MENGENAL SEJATINYA
(SIFAT) CAHAYA
DALAM PANDANGAN
DUNIA METAFISIKA
Bismillahirrahmanirrahiim,
Pemahaman tentang sifat-sifat dan
prilaku cahaya, fenomena dunia Metafisika dan keterkaitannya terhadap fenomena
alam lainnya menurut penulis sangat perlu difahami oleh para Anggota Satya Buana sekalipun dalam skala
yang bersifat umum sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikan
peserta minimal sekedar mengetahuinya saja. Menurut para ahli hakekad hidup ini
adalah cahaya, sedangkan cahaya adalah energi, dalam hasanah Islam sebagaimana
yang dikatakan Allah dalam Surah An-Nur ayat 45, kata Allah: “Aku adalah Cahaya .... cahaya diatas cahaya
..... cahaya bumi dan langit ..... aku
akan berikan cahaya kepada yang aku kehendaki .... dstnya”.
Jadi hakekad langit dan bumi serta apapun materi yang ada diantaranya adalah
cahaya, termasuk juga manusia yang ada didalamnya. Namun pemahaman istilah cahaya disini tidak
bisa kita pandang dalam makna yang sempit seperti pemahaman dalam kehidupan
kita sehari-hari, tapi dalam makna yang Maha Universal. Sebab Ilmu Pengetahuan
juga dapat dipandang sebagai cahaya penerang bagi kehidupan. Lalu, coba anda renungkan dan cermati dengan seksama mulai dari Hakekad, Tujuan, Falsafah tiap Tingkat,
Jenjang dan Jurus, pemahaman keilmuannya,
serta sistem terapi yang digunakan
oleh para peng-Husada tidak bisa terlepas dari Kaedah Fisika,
Metafisika, Gelombang, Matematika, Kimia, Biologi, Fisiologi, Anatomi,
Psichologi, Neurologi, Kesehatan, Astronomi, Sosial, Budaya, dan terpenting adalah Pengetahuan tentang
Agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi serta
cabang-cabang Keilmuan dari masing-masing Induk Ilmu Pengetahuan tersebut,
tidak akan terlepas dari fenomena hukum cahaya.
Jika kita tidak dibekali oleh pengetahuan
seperti diatas sekalipun sebatas tau dan belum dapat kita mengerti secara
mendalam, mana mungkin kita yakin dan percaya bahwa apa-apa yang kita lakukan
itu benar dan baik bagi kita apalagi untuk orang lain. Hal ini jelas akan berdampak kepada keseriusan,
disiplin, kepercayaan, keyakinan kita akan sangat tipis terhadap apa-apa yang kita kerjakan, bisa jadi kita ragu terhadap apa yang kita
kerjakan sendiri atau malah kita hanya sekedar ikut-ikutan. Kalau sudah begini, jelas tujuan kepelatihan
yang kita tekuni tidak akan tercapai alias sia-sia, pekerjaan sia-sia itu adalah tindakan yang
mubazir, buang-buang waktu dan tidak bermanfaat, malah bisa jadi mudharat bagi kita. Sebab Keyakinan dan Kepercayaan yang hakiki
itu tumbuh dari Pengetahuan, Kefahaman
dan Kepengertian anda sendiri. Untuk itu
penulis menghimbau, luangkanlah waktu anda barang sedikit untuk membaca,
mempelajari, menggali, memahami, sambil
mepertajam IQ, EQ dan SQ anda, disamping aplikasi kepelatihan di lapangan,
karena kesemuanya itu adalah proses yang
harus anda jalani dalam meraih tujuan
akhir dari Kepelatihan Satya Buana. Anda
setuju.... Lets do it ! Lanjuuuutt ....
A. Metafisika Merupakan Scientifical.
Metafisika merupakan scientifical explanation
(pengembangan Ilmu Pegetahuan) dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist, yang
antara lain meneliti sehalus-halusnya dengan eksak (nyata) satu hal yg maha
bernilai contohnya yaitu methode mendirikan shalatul khasiin (shalat yg
khusyuk).
Secara literal,
Meta berarti Beyond atau more comprehensive (sangat luas). Maka ilmu
metafisika adalah ilmu yg melebihi ilmu fisika alias diatas ilmu fisika. Berbeda dari pengertian ilmu metafisika
dalam khasanah Western Science (Ilmu Pengetahuan Barat), ilmu metafisika yang
kita maksud di sini adalah ilmu fisika yang dilanjutkan atau di tingkatkan yang
lebih tinggi lagi bahkan mencapai ilmu absolut sehingga masuk ke dalam kategori
ilmu bil-ghoibi yang bersifat relatif (ghaib atau rohaniah).
Dengan ilmu metafisika akan terungkap apa itu agama dalam
pemahaman yang hakiki. Kebenaran-kebenaran dan rahasia-rahasia keilmuan dalam
ilmu agama yang selama ini dianggap misterius, mistik, ghaib, dan sebagainya
akan menjadi nyata, riel, dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Ilustrasi ini mirip dengan pertama kali peristiwa-peristiwa kimiawi terungkap yang
dulunya dianggap misterius, nujum, sulap, untuk menakut-nakuti, dsbnya, dengan
ilmu kimia menjadi nyata, riel, dan dapat dijelaskan secara ilmiah semua
anggapan itu menjadi lenyap dan diterima oleh semua orang dan akhirnya menjadi Mata Pelajaran Wajib atau Tambahan di
Sekolah Umum ataupun Kejuruan.
Dengan ilmu metafisika jelas bahwa agama tak lain terdiri
dari hukum-hukum yang riel seperti juga alam jagad raya yang tak lain terdiri
dari hukum-hukum fisika, kimia, dan biologi. Hanya saja martabat dan dimensi
hukum-hukum agama tersebut lebih tinggi dan bersifat absolut serta sempurna.
Dengan
penjelasan yang masuk akal dan ilmiah maka ajaran-ajaran agama dapat
diterangkan secara logis sehingga keimanan meningkat menjadi Ilmul-yakin,
seterusnya ke Aynul-yakin, dan akhirnya Haqqul-yakin. Tanpa penjelasan yang logis maka ajaran agama menjadi
dogma dan keyakinan tok !. Tanpa penjelasan yang logis ajaran agama sekedar di
telan mentah-mentah tanpa dihayati maksud dan tujuannya. Akhirnya jadilah semua perintah dan larangan
yang ada didalamnya dijalankan hanya sekedar memenuhi kewajiban saja, lama
kelamaan menjadi ala kadarnya, sekedar simbol. Lalu akhirnya dalam kehidupan beragama yang kita peroleh menjelang ajal yaa ... ala
kadarnya juga, hal ini disebabkan keber-agama-an bukan difahami secara hakiki.
Pemahaman keberagamaan yang difahami secara hakiki akan menghantar seseorang
kepada tujuan akhir hidup beragama dalam arti
yang sesungguhnya. Dalam Islam
dikenal dengan istilah akhir hayat ber-Islam yang Kaffah (Islam yang Seutuhnya-Fitrah).
Keimanan yang kokoh dapat menangkal berbagai serangan
atheisme, syirik, bida’ah dan kurafat. Maka,
dengan metafisika ilmiahlah kita bisa menghargai betapa tanpa adanya agama yang
benar maka manusia tidak mungkin percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa. “Religion,
believe in God has proved to be the greatest blessing ever existed for mankind
and humanity in this life and the hereafter” (Yahya: 1981).
Dalam
ilmu fisika, para sarjana fisika yang mempelajari serta melakukan penelitian
ilmiah terhadap alam semesta ini dengan mengikuti kaidah-kaidah rukun-rukun dan
syarat-syarat serta mengikuti metode yang tepat telah memperoleh buah yang bisa
kita sebut “pahala”. Seperti penelitian-penelitian dalam bidang elektronika
telah membuahkan pahala berupa rahmat dari alat-alat elektronik yang memudahkan
dan membuat nyaman kehidupan manusia dewasa ini.
Demikian
pula, bila penelitian dan percobaan diteruskan dan ditingkatkan ke alam
metafisika, dengan mengikuti rukun-rukun dan syarat-syarat serta metode yang tepat
dapat pula dipetik energi metafisika dari sisi Tuhan yang dapat membuahkan
rahmat serta pahala yaitu berupa senjata penghancur semua energy alam fisika
dan metafisika yang bersifat batil dan negatif.
Selanjutnya, pahala dan rahmat energy alam metafisika ini
dapat pula menghancur leburkan hukum-hukum yang berlaku di alam fisika yang lebih rendah dimensinya.
“A higher dimension command a lower dimension”. Contohnya, keampuhan energy
alam metafisika yang disalurkan oleh nabi Musa a.s. mengalahkan alam fisika
dengan membelah laut merah cukup menggunakan sebatang tongkat, sehingga
memungkinkan umatnya menyeberang tatkala dikejar oleh bala tentara
Fir’aun.
Contoh
lain: keampuhan energy alam metafisika
yang disalurkan oleh Khalifah Umar Bin Khattab mengalahkan kekuatan fisika
melalui secarik suratnya bertuliskan “Bismillahirrahmanirrahiim” yang
dilemparkan ke Sungai Nil, sehingga dapat menyurutkan air bah sungai Nil
di Mesir, dan beliau juga mampu meniadakan pembantas dimensi ruang dan waktu
(Nir ruang dan waktu) sehingga dapat memberikan perintah langsung kepada
komandan pasukan Sariya yang sedang memidai
bahaya bertempur ribuan mil jauhnya dari posisi khalifah Umar sedang berkhotbah
di Madinah, seakan-akan ia sedang
menggunakan pesawat Handphone tercanggih kalaupun ada dizaman itu sama halnya
seperti zaman sekarang. Kemudian beliau
mampu menetralkan air dari sebuah danau yang beracun juga dengan kalimah
“Bismillahirrahmanirrahiim”.
Persoalannya
sekarang adalah siapa yang mengolah dan yang menggunakan metodologi dan
teknologi tersebut, ya tentu tidak sembarang orang yaitu orang yang memahami
teknologi energi metafisika tentunya. Apabila
kita cermati secara mendalam berarti didalam kalimah
“Bismillahirrahmanirrahiim” itu
terkandung suatu akumulasi energi metafisika yang luar biasa dahsyatnya.
Apakah
anda berfikir ini adalah sebuah keajaiban, bisa jadi ya …! tergantung sudut pandangnya…, namun didalam sudut pandang ilmu
metafisika kejadian ini bukanlah hal
yang ajaib, sebab didalam pandangan metafisika
khususnya tentang prilaku energi cahaya, energi gravitasi, energi atom, nuklir,
photon, dan gelombang dan sifat meta
dari energi tersebut yang telah tersedia
oleh Alah Azza Wa Jalla dialam semesta dan pada diri manusia itu sendiri, dapat
di program, diolah, diproses, dan didayagunakan oleh manusia yang telah memahami
toriqatnya (metodologinya-teknologinya) tentu atas izin dan ridho Allah juga.
Terlalu
banyak contoh-contoh pendayagunaan energi metafisika oleh para nabi seperti
nabi Isa As. yang bisa menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang buta,
Nabi Sulaiman As. dapat menundukkan bala tentara Jin dan mampu mendengarkan
suara semut. Para sahabat seperti Khalifah
Ali Bin Abi Thalib mampu merobohkan pintu gerbang benteng Romawi yang sangat
kokoh hanya dengan dorongan tanpa sentuhan, Abu Hurairah yang mampu berbicara
dengan Jin waktu diperintahkan Nabi menjaga persediaan zakat Fitrah disebuah
gudang Gandum dan penerusnya beliau lainnya, sampai kepada para wali-wali,
tentunya merupakan hasil jerih payah
mereka yang selalu melakukan pendekatan diri kepada Allah sang pemberi ilmu metafisika
itu sendiri.
Pertanyaanya
apakah manusia sezaman kita tidak berhak memperoleh ilmu metafisika yang setara
mereka atau paling tidak dibawah kemampuan mereka jika kita berikhtiar
melakukan pendekatan sesuai tuntunan Rasul kepada Allah ?? Jika jawabannya tidak ! Lalu kenapa Allah mengatakan Dia Maha Adil dan Maha
Pengasih. Tidak ada perbedaan manusia
disisi Allah dari dahulu sampai sekarang dalam meraih keadilan dan
pemberian-Nya, yang membedakan hanya tingkat kedekatannya dengan Allah (Iman
dan Taqwanya). Inilah bahan renungan
bagi kita semua.
Pahala
dan rahmat dari alam metafisika ini dapat pula berupa pembangun dan penjaga
alam fisika atau metafisika. Nabi Muhammad s.a.w. misalnya dengan energy Ketuhanan mampu merubah
masyarakat Arab dari alam jahiliyah ke alam adabiyah. Beliau tidak hanya berhasil membangun
peradaban bangsa Arab, namun dapat membangun peradaban bangsa-bangsa lain
dipelosok dunia sebagaimana yang kita rasakan sekarang ini.
Dengan kaidah yang sama, semua bencana alam, banjir,
gunung meletus, tsunami, gempa bumi, dsbnya dapat pula dikalahkan atau
dihindarkan oleh energy alam metafisika, seperti dalam hadist riwayat imam
Muslim berikut: “Laa taquumus saa’tu
hattaa laa yabqa’alaa wajhil ardhi mayyaquulu, Allah, Allah”, yg artinya “Tidak akan datang kiamat, kecuali jika
tidak ada lagi orang yang menyebut, Allah, Allah”.
Jadi tak heran
kalau kita temui, saat terjadi bencana dahsyat banyak orang berteriak memanggil
nama Allah .... Allah ... Allahu Akbar .... termasuk orang kafir ikut-ikutan latah memanggil Allahu Akbar ....! kenapa ?? pada saat manusia memidai bahaya
yang mengancam keselamatan jiwa dan keluarganya, maka secara spontanitas timbul naluriah
manusianya mengakui bahwa sesungguhnya ia adalah makhluk yang tak berdaya dan mengakui ke
Besaran dan ke Agungan Tuhan tempat berlindung dan bermohon yaitu Allah ...
Kemudian, sebagaimana halnya ilmu fisika yang mendapat tempat dalam
menerangkan kebesaran kalimat Allah di alam semesta ini sementara ilmu
metafisika menjelaskan kebesaran kalimat Allah di alam ghaib, maka ilmu syariah
Islam mendapat tempat pula dalam menentukan hukum-hukum ibadah sesuai dengan
Al-Qur’an dan Al-Hadist, sementara ilmu metafisika Islam tidak mengganggu gugat
barang sezarahpun soal dan cara beribadah umat Islam.
Ilmu metafisika Islam hanya merupakan penjelasan ilmiah
dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist untuk menemukan metode mendirikan shalat
yang khusyuk agar berkekalan mengingat
Allah, serta bagamana caranya menjadi dekat dengan Allah dimana dan kapan pun.
Shalat adalah tiang agama dan yang paling pertama
diperiksa nanti. Allah S.W.T. tidak mau
mundur satu noktah pun dari takaran bahwa shalat yang diterima adalah shalat
yang khusyuk, seperti firman-Nya dalam QS: 107:
4 - 5: “Fawaylul lilmu
shalliinalladziina hum’an shalaatihim saahun” yang artinya, “Maka celakalah bagi orang-orang yg shalat
(yaitu) orang-orang yg lalai dalam shalatnya”. Dengan
demikian perkara mencapai shalatul khaasi’in ini merupakan masalah “to-be or
not to-be”.
Sebagai
hal yang maha penting dan maha pokok, sudah barang tentu metode cara menegakkan
shalat yang khusyuk ini ada terdapat dalam Al-Qur’an. Namun tempatnya berada
pada lapisan yang terdalam dari Al-Qur’an, karena nilainya yang sungguh sangat
tinggi.
Seperti
halnya mutiara yang paling berharga dan tersimpan di dalam kerang yang berada
di balik lumpur di dasar laut yang paling dalam. Hanya dengan ilmu tasauf Islam
dan ilmu metafisika eksakta lah metoda shalatul khasiin ini dapat diungkapkan
dari balik ayat-ayat agung Al-Qur’an. Bagaimana metode tersebut lebih rincinya,
akan di bahas pada episode yang lain.
Mengutip
Karen Amstrong, dalam bukunya Sejarah Tuhan):
”Manusia
tidak bisa menanggung beban kehampaan dan kenestapaan; mereka akan mengisi
kekosongan itu dengan menciptakan fokus baru untuk meraih hidup yang bermakna.
Berhala kaum fundamentalis bukanlah pengganti yang baik untuk Tuhan; jika kita
mau menciptakan gairah keimanan yang baru untuk abad kedua puluh satu, mungkin
kita harus merenungkan dengan seksama sejarah Tuhan ini demi menarik beberapa
pelajaran dan peringatan.”
B. Sejatinya
Sifat Cahaya.
Jika bagaimanapun
misalnya ada sesuatu materi yang dapat bergerak
mencapai kecepatan cahaya, maka waktu akan berhenti sama sekali. Karena Cahaya
= Waktu. Para ahli
telah menghitung kecepatan cahaya adalah
186,000 mil per
detik.
Methoda normal untuk menghitung kecepatan dalam relativitas adalah
diambil sebagai salah satu contohnya sebuah gelombang suara. Mereka mencatat
bahwa gelombang suara itu bergerak pada kecepatan 1.088 ft/per detik.
Jika anda mampu
bergerak pada kecepatan 1.000 ft /detik dan sebuah
gelombang suara juga bergerak dengan arah yang sama dengan anda, maka anda akan
mengamati gelombang itu begerak dengan kecepatan 88 ft/detik. Begitu juga, untuk seorang pengamat yang
mampu bergerak dengan kecepatan 1.088 ft/detik, kecepatan gelombang suara itu yang teramati
adalah nihil (nol = sama cepat).
Juga kalau anda
bergerak dengan arah berlawanan, anda akan menambahkan selisih kedua kecepatan
itu jika menghitung dengan cara Fisika
Newtonian Klasik. Mereka juga mencatat bahwa dengan gelombang
suara diperlukan sebuah medium (perantara), untuk merambatkannya, sehingga
suara tidak dapat merambat dalam sebuah ruang hampa udara (vacuum udara). Akan tetapi
Cahaya tidak memerlukan sebuah medium apapun untuk merambat dan tidak
seperti halnya gelombang suara, kecepatannya yang teramati tidak berubah
terhadap kecepatan atau arah sang pengamat.
Maka meskipun
untuk seseorang yang mampu bergerak dengan kecepatan 100,000 miles/detik, maka
kecepatan yang teramati dari cahaya itu masih tetap 186,000 mil/detik, kecepatan
yang sama seperti jika pengamat itu diam di tempat. Ini adalah
teori relativitas yang
tersohor itu. Dan
ini adalah merupakan sebuah fenomena yang sangat
nyata sekali, tetapi aneh, bukan intuisi dan sesungguhnya belum
dapat diterangkan oleh para ilmuwan dunia sampai sekarang – hanya bisa
diamati dan dikembangkan (teori
lanjutannya) dari situ.
Hal ini dapat
diterima secara universal, meskipun
sangat pelik untuk dimengerti, kecepatan cahaya adalah tetap untuk semua
pemantau/pengamat tanpa tergantung dari kecepatan dan arah (pengamat itu). Einstein menerangkan bahwa ketika sebuah
benda bertambah kecepatannya, mendekati
kecepatan cahaya, panjang fisiknya akan berkurang, dan massanya bertambah. Dari pemahaman ini, dapat dikatakan bahwa semakin cepat gerakan
sebuah benda maka bobotnya (beratnya) semakin bertambah, namun ukurannnya
semakin mengecil. Jadi kita mendapatkan
sebuah lobang hitam (black hole) memiliki massa tak terbatas, namun tanpa
ukuran (tidak memiliki ukuran).
Ketika sebuah
benda mendekati kecepatan cahaya, waktu menjadi melambat namun kecepatan cahaya
tetap konstan. Jadi jika dia bergerak
pada 185,999 mil/detik, cahaya masih bergerak mendahului dia pada kecepatan
186,000 mil/detik. Dia tidak akan mampu
“memecahkan batas (kecepatan) cahaya”, karena tak seorangpun dapat
mendekati kecepatannya. Namun jika sekiranya dia mampu mencapai
kecepatan cahaya, maka waktu akan
berhenti sama sekali (baginya).
Aspek kelakuan
cahaya yang seperti ini membuat para ilmuwan fisika terperangah dalam
ketakjuban dan keheranan; bahwa cahaya
dapat menyesuaikan kelakuannya yang teramati berdasarkan pengamat yang
mengamatinya. Dan lebih jauh tentang hal
ini kita bicarakan dilain waktu.
Mawlana
menjelaskan bahwa Nabi s.a.w. selalu bertambah ilmunya, dan bergerak
naik dalam tingkatan
(spiritual)-nya, mithlayn mithlayn, setiap
saat berlipat dua. Apa artinya ini,
dalam kaitannya dengan relativitas umum
adalah bahwa ketika Nabi s.a.w. meningkat naik ilmunya, apa yang terbuka baginya adalah sesuatu keilmuan
yang lain lagi, karena cahaya itu, disini
cahaya itu bertindak mewakili ilmu, selalu bergerak lebih cepat dari
kecepatan apapun yang anda capai dan
kecepatan (cahaya)-nya itu selalu sama, meskipun jika sekiranya anda mencapai
suatu kecepatan yang secara infinitesimal mendekati kecepatan (cahaya) itu.
Hal ini
menerangkan bahwa apapun tingkat ilmu yang anda capai, anda mendapati diri anda
belum kemana-mana, karena masih ada yang
lebih tinggi lagi. Ini juga mengingatkan
kita kepada peranan Cahaya dan Pengamatan di dalam penciptaan Nabi s.a.w. dan telah di-Dandani-nya Nabi Muhammad
s.a.w. oleh Allah dibawah Pandangan Ilahiah sebelum penciptaan seluruh makhluq
lainnya (penciptaan Nur Muhammad). Pada saat itu belum terdapat ciptaan apapun
kecuali Cahaya (Nur) Nabi s.a..w., al-haqiqat al Muhammadiyya, yang berputar putar di dalam Bahr al-qudra.
Mawlana menjelaskan bahwa
pada saat itu, Allah mengirimkan pandangan Ilahiah-Nya kepada Nabi s.a.w. 70,000 kali dalam setiap saat/detik
nya. Pada saat ini, diketahui bahwa
melalui cahaya seseorang dapat mengirimkan
banyak sekali informasi secara
digital dalam waktu yang sangat singkat.
Kini, dengan ditemukannya
sambungan data optik fiber, kita telah melihat data percepatan melonjak
beberapa kali.
Seseorang kini
dapat menyambungkan speaker-nya via optik-fiber
ke sebuah sistem stereo. Sebuah penggerak piringan (disk drives) disambungkan secara optis
pada jaringan fiber sebagaimana cara kerjanya komputer, memungkinkan informasi
dikirimkan dengan kecepatan Gigabit.
Dan kita tahu
bahwa para awliya menggunakan cahaya sebagai cara untuk memancarkan kekuatan
spiritualnya. Ketika seorang Shaykh menginginkan sesuatu untuk
menghadiahi seorang muridnya dengan amaanat spiritualnya, dia akan
memandang ke dalam
mata muridnya, dan
menuangkan ilmu yang
berada dalam qalbunya
ke dalam qalbu muridnya melalui pandangan mata hati
(visi). Hal seperti itu disebut dengan
istilah transmisi cahaya.
Jadi ketika Nabi
s.a.w. sedang berputar di dalam Hadhirat
Ilahi, di bawah nadhra
Allah dengan frekwensi 70,000, beliau sedang didandani melalui Cahaya Pandangan
Allah, setara dengan ilmu alam yaitu berbentuk gelombang. Gelombang di dalam
gelombang, dalam hakikatnya samudera Cahaya
Ilahiah (Nurrun ala Nurrin)
dipancarkan kepada Dzat Nabi s.a.w.., al-haqiqat al-Muhammadiyya dan di
dalam proses itu informasi dimasukkan ke dalam pemahaman Nabi s.a.w., `aql
atau kesadarannya. Dengan cara itu Nabi dinaikkan (tingkatnya) dalam
setiap detiknya, tingkat demi tingkat dari Ilmu Ilahiah, dan tetap berlangsung
secara demikian sampai saat ini.
Berdasarkan konsep
relativitas umum inilah, para fisikawan
bahkan selalu berdebat tentang sebuah alam
semesta (universe) tak berhingga (infinite)
di dalam ruang yang terbatas, mereka
menyatakan bahwa jika kecepatan galaxy
meningkat (sebanding dengan) lebih jauhnya mereka dari pusat ledakan agung, maka ketika diamati
kecepatannya dekat sekali dengan kecepatan
cahaya, bentuk ruang mereka dalam arah gerakan mulai tertekan, “menggepengkan”
mereka dalam arah gerakan.
Kita harus mencatat
bahwa sampai saat ini para fisikawan belum pernah melihat apapun yang
bergerak dengan kecepatan yang dapat
melebihi dari kecepatan cahaya, hal ini tidak berarti yang seperti itu tak
mungkin terjadi. Sesungguhnya, beberapa fisikawan telah memperkirakan (postulated) bahwa sebuah kelompok zarah (particles) yang disebut tachyons, yang batas kecepatannya tidak
pernah kurang dari cahaya dan yang pada kenyataannya bergerak mundur dalam
waktu. Photons dan bentuk lain radiasi electromagnetik tidak memiliki
waktu (Nir Waktu), karena mereka bergerak pada kecepatan cahaya. Karena mereka nir waktu (timeless), mereka berada di mana-mana sepanjang jalurnya pada saat yang
bersamaan. Dan jalur mereka adalah alam
semesta ini.
Dengan kata lain
sekali sebuah gelombang dilepaskan, maka ia akan hadir dimana-mana pada saat
yang bersamaan pula.
Dinyatakan secara lain John Gribben, Fisikawan, bahwa: “segala
sesuatu di dalam alam semesta masa lalu, masa kini
dan masa datang tersambung dengan segala sesuatu lainnya, dalam sebuah
jejaring radiasi
elektromagnetik yang melihat segala sesuatu pada saat yang bersamaan”.
Maka dapatlah
dimengerti bahwa sekali anda memancarkan radiasi dalam bentuk apapun, maka energinya akan menjadi tersedia ke setiap titik di
dalam alam semesta ini secara bersamaan, sementara bagi pengamat itu sendiri ia
akan membutuhkan waktu yang lama sekali untuk mencapai titik yang manapun dari
tepian alam semesta, faktanya adalah bahwa jalur yang akan dilewati, yang senyatanya adalah seluruh alam semesta ini.
Karena sebuah gelombang bergerak ke segala arah, dan karena gelombang
itu tidak mengalami waktu apapun, maka
ia langsung akan tersambung dengan tiap dan masing- masing “sudut” dari alam semesta
ini.
Ketika kita mengucapkan Salawat atau Senandung Pepujian
bagi Nabi, gema suara itu akan bergerak melalui
medium di atmosphere, dalam sebuah medium yang akan mengurangi kekuatan
akustiknya, sejalan dengan jarak yang
ditempuhnya. Namun apa yang telah kita
ketahui bahwa otak manusia mengeluarkan gelombang otak, dan walaupun itu
hanya sekedar berasal dari niat dan perintah otak kepada lidah untuk
mengucapkan salawat itu. Jika anda memasang sebuah alat EKG pada otak manusia, maka anda akan mendapati sebuah gelombang yang
ditimbulkan dilayar TV oleh niat untuk membuat salawat dan berdasarkan
pada penjelasan di atas, gelombang salawat tersebut pada saat itu pula sesungguhnya telah
tersedia di seluruh alam
semesta ini !
Jadi, berdasarkan
firman Allah, bahwa sekali anda berniat baik, maka ia akan memancar dan melesat
keluar dari tubuh anda dan langsung direkam oleh alam semesta dan tidak akan
terhapus sampai kapanpun, hal itu sudah langsung tertulis bagi anda sebagai
sebuah amal baik dan akan mendapatkan pahala (hadiah) nantinya. Dengan demikian semakin jelas bagi kita dari pemahaman ini bahwa
ketika anda memiliki sebuah niat baik, dengan segera hal itu tercipta dan
dipancarkan ke alam semesta bahkan terus menembus dimensi langit ke tujuh, dimana
itu menjadi nir
waktu (tak dibatasi oleh waktu)
dan ia siap dan tetap akan menanti anda, dan akan memberi anda pahala, pada
saat kedatangan anda di Hari Pengadilan.
Begitu pula hal
sebaliknya, ketika anda memiliki sebuah niat buruk, dengan segera hal itu
tercipta dan dipancarkan ke alam semesta dan langsung terekam dan tidak akan
pernah terhapuskan, dimana itu
juga menjadi nir waktu dan ia siap dan
tetap akan menanti anda, dan akan memberi anda balasan keburukan pula, pada
saat kedatangan anda di Hari Pengadilan.
Maka dari itu berhati-hatilah anda berfikir, berbuat, berbicara dan
berniat !! Karena setiap telintas niat
dan fikiran baik atau pun buruk, maka ia akan langsung memancar dan terekam di alam semesta bahkan ia akan memancar ke langit ke tujuh
saat itu juga (waktu nol = nir waktu).
Jadi jelaslah
sudah, bagaimana pada Hari Pengadilan salawat itu dikumpulkan dan dipersembahkan kepada Allah agar supaya
barangsiapa yang melakukannya mendapatkan
pahalanya. Teruslah diingat bahwa kapanpun salawat dilakukan, Allah memiliki malaikat-malaikat yang
mengulang salawat si pengucap itu dan (para malaikat itu) sebaliknya
mengucapkan salawat baginya (si pengucap) dan (juga) membuat istighfaar baginya
– saat ini juga, pas bersamaan dengan
ucapan anda, sangat nyata dapat terjadi bersamaan dengan pengucapan salawat
tersebut, sesaat itu juga, tidak peduli
jarak mereka (para malaikat) dari orang tadi dekat atau pun jauh.
Segala sesuatu di
alam semesta mengeluarkan gelombang elektromagnetik agar supaya terjadi tindakan. Ini bahkan telah ditunjukkan kebenarannya
pada tanaman dan bahkan sel sel. Semua benda hidup pada dasarnya menggunakan
gelombang elektromagnetik untuk berkomunikasi di dalam maupun dari satu bagian
ke bagian lainnya. Maka dari itu, bahkan tasbih-nya tanaman, sel-sel dan bentuk
kehidupan yang terkecil apa pun sesungguhnya segera “tersedia” bagi seluruh
alam semesta, sekali itu di-inisiasi (diawali) – dan inilah salah
satu makna di belakang baraka dhikr
dan tasbih.
[Maka dari
itu perlu orang beriman hati-hati dan
menyadari apa yang dipancarkan oleh otak mereka dalam bentuk pemikiran apapun
bentuknya, maka ia akan segera menjadi nir
waktu dan “disiarkan” ke seluruh
alam semesta secara bersamaan. Demikian sederhanalah bagi para malaikat
pencatat untuk mencatat apapun yang
diniatkan oleh seseorang – karena alat perekam itu sudah tertanam ke
dalam struktur alam semesta atau dalam bahasa yang gampang rekamannya sudah
langsung tersedia di alam semesta, bahkan saat itu juga rekamannya telah
langsung connect (tersambung) di Sidhrathal Munthaha. Subhanallah, sesungguhnya komputer Allah itu
Maha Canggih tiada tandingannya}.
Suatu waktu seorang Shaykh
mengatakan kepada muridnya, ”kamu
datang untuk shalat dan kamu juga telah berzina”. Muridnya mengatakan, ”tidak…...saya
tidak berzina”. Shayk itu bilang, “Ya, kamu
telah memandang pada perempuan itu
(perempuan yang berpapasan dengan dia dijalan menuju ketempat majelis
pengajian sang Shayk) dengan nafsu.”
Jadi sekali murid itu membuat pikiran buruk, maka pikiran itu
menjadi tersedia di alam
semesta dan seorang Shayk memiliki kemampuan untuk “memungut informasi tentang sang muridnya”
kembali tentang pemikiran buruk sang murid dari alam semesta dengan seketika.
Itulah sebabnya pada Hari Pengadilan, panjang gelombang itu sudah hadir, dan
juga shahadat dari lima inderamu, kaki dan tanganmu yang niatnya telah dibuat
nir waktu melalui emisi elektromagnetik ini].
Sebenarnya tak
terlalu sulit anda memikirkan semua penjelasan diatas, coba anda umpamakan
dengan sebuah telepon selluler, pada saat anda mengontak seseorang sahabat,
orang tua, anak anda, istri anda atau siapapun, saat kode jaringan telepon yang
anda tuju itu tersambung
dengan telepon anda, maka saat
itu juga suara anda dan suara orang yang anda tuju langsung berhubungan dan anda dapat
berkomunikasi, atau saat anda
menggunakan tulisan SMS yang anda
kirim, jika kode gelombang telepon seluler anda tersambung dengan HP
yang anda tuju, saat itu juga tulisan
anda sudah tersedia di telepon
seluler tujuan.
Contoh lain, ketika anda memotret atau merekam sebuah
kejadian atau peristiwa dengan camera
video, saat itu juga alat anda langsung bisa merekam peristiwa tersebut dan
kapan saja anda dapat memutar ulang peristiwa itu tanpa harus kembali ke masa
lalu.
Pernahkah anda
berfikir dan merenunginya barang sejenak ??,
kenapa secara hakikinya hal ini bisa terjadi ??, apakah anda berfikir
hanya karena sebuah perangkat yang anda pegang ditangan anda (HP misalnya) ??, kenapa
harus ada batre ??, kenapa harus ada kabel ??, kenapa harus ada nomer
kode ??, kenapa harus ada Perdana Card ??
kenapa harus ada voucher ?? kenapa harus ada rangkaian sistem didalam
cassing ?? kenapa harus ada
stasiun pemancar dan stasiun penerima
dan lain-lain pertanyaan. Saya yakin
tidak semua anda pernah terfikirkan hal ini.
Jadi semua itu terkait dengan hukum
fisika-metafisika dan kaedah kejadian
materi dan im-materi dialam semesta ini, yaitu energi.
Hadith Qudsi 16 :
Dengan otoritas
putra Abbas (r.a.), dari Rasulullah
(s.a.w.), di antara ucapannya yang dia
ceritakan dari Allah S.W.T. bahwa Dia bersabda:
“Allah telah mencatat amal yang
baik dan yang buruk. Kemudian Dia menjelaskan nya [dengan mengatakan bahwa] dia
yang meniatkan sebuah amal baik dan belum melaksanakannya, Allah mencatatnya
dengan Diri-Nya sebagai perbuatan baik sepenuhnya, namun bila dia meniatkan dan
telah melaksanakannya, Allah menulisnya dengan Diri-Nya sebagai sepuluh
perbuatan baik dari sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipatnya, atau
lebih banyak perkalian lagi. Tetapi
kalau dia berniat (melakukan) sebuah perbuatan buruk dan dia belum
melakukannya, Allah mencatatnya dengan Diri-Nya sebagai sebuah perbuatan baik
sepenuhnya, namun bila dia berniat buruk dan
telah melakukannya, Allah
mencatatnya sebagai sebuah perbuatan buruk”.
Hadis
tersebut telah diriwayatkan oleh al-Bukhari
dan Muslim. Jadi jika seseorang meningkatkan pemahamannya
selangkah lebih jauh, hal itu menjadi nampak jelas bahwa pada saat penciptaan, Ledakan Agung itu sendiri, segala
sesuatu benda segera tersambung, kepada
masa lalu, masa kini dan masa datang dengan masa saat ledakan itu, kini dan
akan datang untuk semua keberadaan alam semesta, sebagaimana tertulis di dalam
sebuah buku.
Seluruh alam
semesta ini menjadi ada bersamaan dengan ledakan agung itu, semburat cahaya yang dalam dirinya adalah nir waktu,
dan yang berisi semua materi alam semesta itu
adalah tersambung (terkait) dengan seluruh benda-benda secara sempurna.
Dan, dengan
setiap niat yang terlahirkan untuk menetapkan sebuah tindakan, maka
pancaran radiasi elektromagnetik telah
membawa niat itu ke dalam sebuah “buku
amalan amalan” nir waktu, yang sesungguhnya telah mencapainya mulai dari saat-saat penciptaan niat itu pula
sampai kepada kemusnahannya, tanpa perbedaan rentang waktu apapun.
Di dalam pengertian inilah mungkin bahwa orang dapat mengatakan
segala sesuatu “telah ditulis” atau ditetapkan sebelumnya dan Allah paling
mengetahui.
Jaffat il-aqlam
wa rafa`at as-suhuf. Yamhullaha ma yasha`u ya yuthbit wa `indahu umm ul-kitab.
Sebagaimana telah kita sebutkan
terdapat tachyons, sesuai dengan
spekulasi (perkiraan), dapat bergerak lebih cepat namun tidak sama dengan
kecepatan cahaya, dan itu mungkin melalui
medium obyek inilah Allah menyesuaikan masa lampau, sebagaimana dalam yamhullaha
ma yasha`u, dan hanya
Allah mengetahui hakikat hal ini.
C. Dualisme (Sifat Ganda)
Cahaya.
Pada tahun 1905, Einstein
memperagakan bahwa cahaya memiliki sifat-sifat bercitra partikel dan gelombang
pada saat yang sama; disebut dengan efek
photo electrik, dan untuk inilah dia kemudian mendapat Hadiah Nobel.
1. Sejak saat
itu, alam ganda yang menjadi ciri cahaya tadi telah
menjadi dikenal sebagai Dualitas gelombang - partikel.
2.
Melalui percobaan celah
ganda (double-slit experiment),
dalam tahun 1803, Thomas Young memperagakan bahwa cahaya ketika
melalui sebuah celah sempit tunggal
menimbulkan sebuah citra baur
(kabut) pada layar di belakang celah tadi, disebabkan oleh difraksi
gelombang cahaya.
3. Jika ada dua celah sempit di hadapan
berkas cahaya tadi, cahaya itu menghasilkan sebuah pola interferensi, seperti
halnya gelombang (yang timbul) itu mencapai sebuah jembatan dengan dua kolom
dalam air, gelombang itu akan bergerak mengitari kedua kolom itu dan sampai di
sisi lain, dan akan saling berinteraksi dengan gelombang yang datang dari kolom
yang lain, dan menguat amplitudonya di
tempat mereka bergerak dalam arah yang sama dan turun amplitudonya di tempat mereka bergerak dalam
arah yang berlawanan.
4. Inilah yang terjadi dalam percobaan dengan
seberkas cahaya.
5. Kini ketika
mereka menggunakan sifat ganda cahaya, dengan menggunakan sifat partikelnya,
mereka menembakkan satu partikel cahaya pada satu saat, melalui dua celah ini,
satu demi satu, bergantian antara kedua celah itu.
6. Ketika setiap
foton secara bergantian
ditembakkan, kita akan
mengharapkan (secara masuk akal) sebuah citra baur akan terbentuk, sebagaimana terjadi di dalam percobaan pada satu celah.
7. Namun sebaliknya, terbentuklah pola
interferensi yang khas dari strip hitam putih jamak, persis seperti jika itu
tadi berasal dari seberkas cahaya yang ditembakkan melalui kedua celah secara
bersamaan.
8.
Jadi partikel itu, pada dasarnya berperilaku seperti sebuah
berkas cahaya, yang adalah sebuah
fenomena gelombang.
Pokok masalahnya disini adalah,
bagaimana foton itu tahu bahwa celah
kedua terbuka atau tertutup ? Karena setiap foton secara berturut-turut ditembakkan
satu demi satu. Namun disamping itu, dia
(foton itu) bertindak sama seperti
sebuah gelombang. Inilah yang disebut
“berkomunikasi” dalam dunia ilmu sains.
E.H. Walker menghitung bahwa
foton mungkin memiliki sebuah kesadaran. Gary
Zukov mengatakan, “kita tak punya pilihan kecuali mengakui
bahwa foton, yang memproses energi, juga memproses informasi dan bertindak sesuai dengan hal
itu.”
Percobaan lain,
yang ditunjukkan oleh percobaan “kristal calcite”.
1. Bahwa fenomena
identis ini tidak hanya terjadi pada foton, tetapi juga dengan elektron, proton
dan bahkan atom utuh pun berkelakuan seperti ini.
2. Apa artinya ini
adalah bahwa apabila sebutir atom ditembakkan kepada sebuah celah, kelakuannya
akan seperti sebuah sebuah fenomena gelombang.
3. Dalam salah satu
percobaan, ketika mereka memonitor celah itu di saat sebuah partikel
melaluinya, baik pada satu celah ataupun
pada dua celah, katakanlah sebuah elektron,
itu melewati celah tersebut sebagai sebuah partikel dan tidak
berkelakuan seperti sebuah gelombang.
4. Partikel itu
nampaknya “memilih” untuk berkelakuan seperti sebuah partikel, dan tidak
sebagai sebuah gelombang, sebelum dia mencapai celah itu.
5. Dalam sebuah
modifikasi lanjutan dari percobaan celah ganda para penyelidik menempatkan sebuah pemindai (detector) foton pada salah satu dari dua celah itu.
6. Dengan sebuah
pemindai, para fisikawan sekali lagi mengarahkan foton-foton itu, satu per satu (bergantian), kepada dua celah
tersebut.
7. Sebuah pola dua
strip muncul secara tak diduga, foton tunggal tadi tidak lagi berkelakuan seperti seberkas (cahaya) yang
bergerak melalui dua celah sekaligus,
namun sebaliknya setiap foton nampaknya menandai adanya pemindai itu
dan menembus celah-celah tersebut
sebagai sebuah partikel dan tidak nampak pola interferensi pada layar.
8. Kehadiran pemindai
itu, bicara logisnya harusnya tidak merubah hasil (percobaan).
9. Partikel itu “merasakan”
hadirnya pemindai itu dan sebagai hasilnya (partikel tadi) tetap utuh (tidak berubah menjadi gelombang).
10. Mengapa kehadiran
pemindai harus menyebabkan perubahan kelakuan foton itu, tidaklah dimengerti.
11. Kekuatan apa yang
sedang bekerja yang menyebabkan foton itu bertindak sebelum mencapai pemindai itu.
12. Mempertimbangkan
bahwa foton itu sudah “membuat keputusan”
untuk bertindak sebagai sebuah partikel bahkan sebelum mencapai pemindai itu.
Gerald Schroder menyatakan
bahwa: “akhir dari garis untuk sebab-akibat (causality). Kondisi identik harusnya memberikan hasil
identik pula. Percobaan ini menunjukkan
hal yang sebaliknya.” Gribben, menyatakan bahwa: “apa
yang kamu dapati dalam keadaan seperti itu adalah bahwa setiap elektron
nampak seperti sebuah partikel, bergerak
melalui sebuah lubang atau lainnya. Itu
berkelakuan seperti sebuah peluru. Dan
terlihatlah, pola interferensi hilang.
Sebagai gantinya pola pada layar adalah satu dari pola yang dihasilkan
oleh peluru- peluru kecil, yang
dikirimkan melalui lubang-lubang secara
bebas …. saat penting bergerak melalui lubang itu.”
Fisikawan telah
menciptakan ungkapan “runtuhnya fungsi
gelombang” sebagai sebuah penjelasan
tentang perubahan kepada kelakuan partikel ketika hanya terjadi di bawah pengamatan.
Hanya ketika diamati saja sebuah partikel akan berkelakuan sebagai
sebuah partikel.
Kita mendapati
bahwa apakah sebuah pemindai di salah satu dari 2 celah atau 2 pemindai pada masing
masing celah yang digunakan, bahwa hasilnya sama saja; adalah hadirnya sebarang
pemindai, bukan jumlahnya yang menyebabkan gelombang itu berubah menjadi
partikel.
Kesimpulan yang
dihasilkan adalah bahwa kenyataan adanya pengamatan jelas-jelas merubah hasil
percobaan itu.
Cahaya tetap sebagai sebuah gelombang tanpa pengamatan,
namun menggabung menjadi sebuah partikel jika diamati dengan sesuatu yang bisa
menangkap fenomena partikel”.
Percobaan kedua
yang memperagakan “kesadaran pengamatan”
adalah ketika gelombang radio
digunakan untuk merangsang ion Be.
Gelombang itu menyebabkan atom melompat dari keadaan (status) bumi,
dimana elektron level 1 menjadi level 2. Dengan menerapkan impuls radio pada 256 ms
tepat, 100 % ion-ion itu
bergeser ke level 2. Begitu juga sebuah semburan 128 ms akan menyebabkan hanya 50 % yang membuat perubahan (level) itu
dan jelaslah adanya sebuah
hubungan liniar antara waktu dan jumlah
ion dalam level 2.
Para penyelidik
itu mengembangkan sebuah teknik canggih yang membuatnya bisa mengukur jumlah ion dalam level 1 atau level 2. Teknik
ini membuat Tim bisa mengukur dampak
pengamatan tanpa merubah methodologi.
Mereka menembakkan
alat laser dan membaca berapa banyak ions berada di level 1. Kini jika para pengamat itu mengamati ion-ion
itu empat kali dalam jangka waktu 256 ms
dari “serangan terhadap” ions di bawah frequensi
radio, pada 64, 128, xxx dan 256 ms, hanya 3/4
dari ion ion itu didapatkan dalam level 1 pada akhir 256 ms. Itu artinya jika seseorang dapat secara berkesinambungan
mengamati ion ion itu, ternyata mereka tidak berubah status.
Jadi kegiatan
pengamatan ion-ion itu membuat jumlah ion yang naik ke level 2 menjadi
berkurang. Jika mereka dapat mengamati
secara terus menerus, mereka tidak akan mencapai level 2.
John Gribben berkata: “Jika sekiranya mungkin untuk memindai ion
itu sepanjang waktu, mereka tidak akan berubah, sebagaimana disarankan oleh
teori quantum ini, (maka) dunia ini hanya ada karena itu diamati. Dunia hanya akan berubah karena dia tidak
diamati terus menerus.” Jadi, sebuah
panci pemasak air yang diamati tidak akan mendidih secara teori.
Salah satu teori
yang paling banyak diterima adalah bahwa segala sesuatu ada dalam bentuk
gelombang alami sampai dia diamati. Pada
waktu itulah gelombang itu “runtuh”
menjadi sebuah partikel dan besaran itu menjadi apa yang kita kenali sebagai “realitas”. Sebagai sebuah contoh,
cahaya itu kita tangkap dalam pikiran ada dalam bentuk gelombang, sampai dia
diamati dengan mata. Di satu titik antara cornea
(mata) dan otak, cahaya tadi berubah
menjadi sebuah partikel.
Pada level sel, malaikat
ditugaskan untuk setiap sel, setiap molekul dan setiap atom. Para malaikat ini terus menerus “mengucapkan” tasbih. Para malaikat itu selalu “mengamati” obyek itu yang ditugaskan kepadanya.
Inilah yang
membuat obyek itu dalam bentuk partikel, yaitu
keberadaan mereka. Sekali malaikat yang ditugaskan itu meninggalkan
tugasnya atas perintah Allah, objek itu tidak lagi di bawah pengamatan dan
dengan itu kembali berubahlah dia menjadi sifat gelombangnya, atau bahr al-qudra, samudera kekuatan, dan
Allah Maha Tahu.
Seluruh alam semesta dalam keberadaan (existence) di
bawah Pandangan Allah dalam setiap saat,
dan jika Allah menghentikan Pandangan-Nya untuk sesaatpun, seluruh alam semesta itu
tidak akan ada lagi.
Sebuah cerita
tentang adanya awliyaullah dikaruniai kekuatan untuk berada dalam banyak tempat
pada waktu yang bersamaan. Haqiqat at-tay, boleh jadi
karena faktanya awliya bergerak sebagai sebuah gelombang, dan berjalan dengan
kecepatan cahaya: karena begitu sebuah gelombang ada, maka ia
dibuat menjadi ke dalam keberadaan nir waktu dan merubah diri mereka
menjadi bentuk partikel dan nampak pada
satu tempat yang jauh sekali.
1. Sebagai sebuah
gelombang, apabila mereka bergerak ke berbagai tempat, mereka bergerak ke berbagai “celah” yang berada diberbagai lokasi, lalu mereka berubah (lagi) menjadi partikel,
2. Ketika Sayyidina Sulaiman berkata, siapa yang
dapat membawa ’arsy Bilqis’, maka Jinn menjawab bahwa dengan menggunakan
kekuatannya dia dapat membawanya sebelum mata berkedip.
3. Mereka yang
memiliki ilm al-kitab, mereka ini dapat membawanya melalui bentuk gelombang,
dan sebagaimana Arabic mengatakannya,
“qabl an yartada ilayk tarfuk.”
4. Itu berarti sesaat
langsung, karena begitu gelombang itu terbentuk itu tidak lagi terkekang
oleh waktu sama sekali.
5. Jadi mungkin bahwa
dia merubah ’arsy Bilqis’ kedalam bentuk gelombang, dan karena pada saat
itu mereka tersedia pada setiap lokasi di dalam alam semesta, dia secara
gampangnya merubah lagi bentuknya ke
dalam bentuk partikelnya di dalam majelis Sayyidina
Sulayman (as).
6. Seorang wanita
mendatangi seorang Aulia, sambil menangis “anak
lelaki saya dalam sebuah kapal di laut,
dan kapal itu telah terbalik dan dia tidak tahu bagaimana
berenang. Mohon tolonglah dia.”
Segera Shaykh itu menjulurkan
tangannya dan ketika dia menarik lagi
tangannya itu dia sedang memegangi anak lelaki dari wanita tadi dengan
tangannya itu, dan lengannya basah kuyub
dengan air.
7. Kita telah melihat
bahwa dengan kekuatan dari cahaya, seorang wali boleh jadi menggunakan gelombang – tubuhnya untuk
bergerak dengan kecepatan cahaya. Pada lokasi kapal yang sedang tenggelam itu,
wali itu membuat lengannya menjadi bentuk
partikel lagi, menggaet anak lelaki itu dan kemudian merubah kembali
dirinya menjadi bentuk gelombang dan
menggerakkan lengannya dan anak lelaki itu ke dalam masjidnya, dimana dia
merubah lagi lengannya dan anak lelaki itu kembali ke dalam kondisi
partikeli. Inti dari ini adalah untuk
menghentikan efek dari pengamatan kepada dirinya, yaitu, para malaikat dari
sel-sel tubuhnya, yang terus menerus memindai
partikelnya, namun menggunakan metoda yang sama dengan yang digunakan
dalam pembalikan polarizer yang ditaruh pada lokasi akhirnya, operasi ini mengambil
tempat ketika shaykh itu tidak sedang diawasi, dia menyelamatkan anak itu dan
kembali, memulihkan dirinya sendiri dan anak itu kepada bentuk “partikel”.
Kini pertanyaannya
adalah : bagaimana dia bisa bergerak dan
nampak diam di tempat ?
Jadi seperti efek non-polarisasi dari berkas cahaya di
dalam percobaan calcite, Shaykh
itu dapat bergerak pada kecepatan cahaya.
- Kini kita (bisa) mengerti bahwa pada malam Isra dan Mi`raj, Nabi s.a.w. pergi secara fisik, bukan (hanya) spiritual, ke Hadhirat Allah Azza wa Jalla.
- Kita tahu bahwa tubuh dapat bergerak pada kecepatan cahaya, di mana waktu berhenti, dan itulah sebabnya setelah semua perjalanan dari Makkah ke Jerusalem, dan kemudian ke ketinggian Langit, Nabi s.a.w. kembali dalam sesaat sebagaimana akan terlihat oleh pengamat, (sekiranya ada pengamat itu). Karena dikatakan, bahwa ketika dia Nabi s.a.w. kembali, air yang dia tumpahkan ketika dibangunkan oleh Jibreel (as), masih menetes, dan pada waktu kembalinya tempat tidur Nabi masih terasa hangat.
- Karena mereka berada dalam bentuk cahaya, para Nabi shalat di belakang dia dalam bentuk raga-cahaya nya, dan untuk alasan itulah waktu tidak memberi efek. Kemudian dia bergerak ke maqam qaaba kawsayni aw adna, bergerak melintasi jarak jutaan tahun cahaya atau lebih, namun kembali dalam sesaat.
- Dan pada perjalanan pulang dari Bayt al-maqdis, Nabi s.a.w. mengamati sebuah iringan (qafila) kaum Quraysh, pada perjalanan kembali ke Makkah. Tubuh jamak perbandingan aspek lainnya dari para nabi adalah seperti percobaan celah yang digunakan untuk memperagakan sifat ganda gelombang-partikel tadi itu.
- Pada kasus Sayyidina Bayazid, dia memilih untuk bergerak melalui 12,000 lokasi berbeda sebagai gelombang pada saat yang sama.
- Jika anda melemparkan sebutir batu ke sebuah kolam, itu akan berefraksi melalui semua dari banyak lubang di jembatan itu.
- Sedemikian hingga Aulia itu dapat mengubah dirinya sendiri di lokasi fisik yang berbeda-beda, seperti halnya gelombang muncul di berbagai lokasi.
- Kini bagaimana dia berkoordinasi antara berbagai penampakan fisik dirinya itu – bukankah ini sebuah pertanyaan yang adil ?
- Sekali waktu mereka bertanya kepada Bayazid al-Bistami, di berapa tempat anda shalat hari ini. Dia bilang, “duabelas ribu.”
10.
Dia kemudian bertanya, “tanyakan
kepada orang ini dan orang itu, jika
anda inginkan bukti.”
11. Itu artinya semua 12,000 berada di bawah satu keberadaan
(existence) dan satu kesadaran.
12. Ini sama dengan
apa yang terlihat di dalam percobaan itu, yaitu bahwa jika sebuah berkas cahaya dipisahkan, masing masing
berkas mengetahui tentang bagiannya yang
lain yang terpisah itu, secara sesaat.
13.
Gelombang seperti EM dan gelombang cahaya terbatas kepada kecepatan cahaya. Mereka itu disebut lokal.
14.
Medium lain yang bertindak di luar waktu, dikenal sebagai
non-lokal dan bergerak lebih cepat dari
kecepatan cahaya – seperti visi dan
telepathi dalam istilah manusia. Para matematisian dan fisikawan telah benar-benar
membuktikan non-lokal ini dalam
percobaan berikut ini.
15.
Dalam tahun 1930, Einstein,
Podolski dan Rosen, (EPR) berkolaborasi di dalam sebuah percobaan “pikiran” yang dikenal sebagai percobaan
EPR. Mereka menciptakan percobaan ini sebagai sebuah argumentasi (sanggahan)
terhadap non-lokal. Einstein telah bersuara sangat vokal menentang konsep ini, karena konsep itu secara tak langsung
mengartikan bahwa realitas sesungguhnya adalah diciptakan oleh pengamatan.
Einstein tidak hidup untuk menyaksikan percobaan
yang dilakukan dalam tahun 1964, John
Bell menerbitkan bukti matematis pertama yang dikenal sebagai Teori Bell tentang Ketidak-samaan
Bell,
membuktikan adanya non-lokalitas, tidak
sebelum tahun 1972
di mana John Clauser melaksanakan percobaan EPR
sains sungguhan di Berkeley.
Dalam tahun 1982 Alain Aspect mengulang versi
yang diperkaya terhadap percobaan itu. Kedua percobaan
itu membuktikan non-lokalitas. Dalam
percobaan itu, patikel yang dirangsang menghasilkan 2 foton. Masing masing
bergerak di arah yang berlawanan. Ketika setiap pasangan foton berpisah, mereka
diamati sebagai kembar (identik) dalam
semua aspek, kecuali arah bergerak mereka, termasuk sebuah kualitas penting
yang disebut polarizasi.
Polarizasi adalah sudut di mana gelombang cahaya itu
dibelokkan di dalam ruang. Jadi salah satunya dipolarizasi pada nol derajat,
maka yang satu lagi juga begitu. Clauser
dan Aspect menggunakan aspek ini untuk melaksanakan analisa mereka tentang
non-lokalitas. Dalam percobaan calcite crystal (tersebut diatas), calcite itu memiliki sifat dapat
membelah seberkas cahaya menjadi menjadi dua berkas sejajar, jadi sebagai
gantinya dua celah, para peneliti menggunakan calcite untuk memisahkan berkas cahaya.
Dalam percobaan
ini yang dibuat dalam tahun 1991 oleh fisikawan Martin Sculley foton diperlihatkan berkelakuan satu begini bila
diamati, dan berkelakuan lain lagi bila tidak diamati. Setelah berkas foton
dibelah oleh kristal calcite, masing masing separuh hasilnya diarahkan melalui
cermin kepada sebuah pemecah berkas, yang meneruskan separuh cahaya dan memantulkan yang separuh lagi.
Jadi foton itu
ditembakkan, lalu terbelah menjadi dua berkas, itu mengenai pemecah berkas, dan
kemudian dari pemecah berkas akan dipantulkan ke satu pemindai atau
(separuhnya) menerobos pemecah berkas itu dan diterima oleh pemindai yang lain.
Itu seperti sebuah katup digital, yang memantulkan atau meneruskan cahaya itu.
Jadi secara
teoritis, dengan sebuah foton, itu hanya akan memantulkan atau meneruskan foton
tunggal tersebut, tetapi tidak kedua-duanya.
Jadi terdapat 50 % kemungkinan sebarang foton yang ditembakkan
di jalur ini akan dipantulkan atau diteruskan.
Foton-foton itu terlihat bergerak dengan cara seperti tersebut di atas
kepada pemindai satu atau dua, dibelah melalui kristal itu kedalam dua
berkas dan dipantulkan melalui cermin kepada
pemecah berkas. Dari situ foton itu akan mengenai pemindai satu atau
dua, tetapi tidak akan kepada kedua
duanya sekali gus.
Mereka nampak
mengatur diri mereka sendiri ke dalam pola awal foton, dimana jika separuh dipantulkan pada pemecah berkas maka separuh
lagi akan diteruskan. Tindakan
pengamatan dilaksanakan menggunakan cermin terpolarisasi, dan apabila sebuah polarizer balik ditempatkan di depan pemindai
pada akhir lintasan cahaya, foton itu berkelakuan (seperti) jika tidak diamati. Para peneliti itu kemudian memodifikasi
percobaan itu menjadi pada lintasan yang akan dilewati cahaya ditempatkan sebuah polarizer
90-derajat. Dengan mem-polarisasikannya 90 derajat, para fisikawan itu meyakini
bahwa mereka dapat mengamati foton itu, dengan membeda-bedakannya.
Anehnya, taktik pemindaian ini merubah mekanisme
rekonstruksi dan foton tunggal tadi kini
menjalani dua lintasan, menggerakkan kedua pemindai secara bersamaan. Ketika mereka menempatkan sebuah polarizer
balik pada akhir lintasan di depan masing masing pemindai,
yang sesungguhnya meniadakan efek polarisasi, setelah pemecah berkas,
maka foton itu hanya menggerakkan satu
pemindai atau lainnya.
Dengan pengamatan
ini lah yang membawa para peneliti itu untuk menyimpulkan bahwa foton itu
kenyataannya telah mengenali perubahan sistem pengamatan setelah dia
diteruskan, yang artinya foton itu
dibuat “sadar” akan perubahan
tersebut, dan menyesuaikan kelakuannya setelah
melewati lintasannya itu (circuit).
Percobaan ini membuat bengong para ilmuwan yang membaca hasilnya, karena itu menunjukkan bahwa foton cahaya sesungguhnya bukan hanya sadar
sedang diamati namun juga sadar tentang
perubahan dalam methoda pengamatan setelah “ditembakkan” dari sumber cahaya.
Dari pengamatan
seperti itu, para pemikir besar (para ilmuwan Fisika) ditinggalkan dalam
keadaan tercengang (terbengong, terkesima).
Neils Bohr sekali waktu memberi keomentar seperti berikut ini:
“Mereka yang tidak tercengang ketika pertama kali menjumpai teori quantum ini tidak ‘mungkin telah memahami-nya’.” Pernyataan
ini mengandung maksud, bagi mereka yang tidak bingung atau tercengang setelah
menyaksikan hasil dari percobaan quantum, maka sesungguhnya ia tidak pernah
mengerti tentang teori quantum itu
sendiri.
Perbedaan antara
yang hidup dan yang mati dari seluruh
diskusi di atas, adalah jelas bahwa pelaksanaan pengamatan dari para malaikat
itu kepada sel-sel dan partikel manusia
adalah yang “mengaktifkan” keberadaan mereka pada tataran (dataran). Mereka yang hidup memiliki
sebuah raga dan sebuah jiwa. Mereka yang
mati memiliki jiwa namun tanpa
raga. Jiwa itu adalah bentuk “energi”,
atau raga-cahaya. Perbedaan utama antara kedua nya adalah bahwa
para malaikat telah disingkirkan dari raga itu, yang hadir di dalam setiap makhluq hidup, yang kegiatan pengamatannya menyebabkan
sebuah obyek untuk mempertahankan bentuk
partikelnya. Sekali para malaikat ini disingkirkan, pengamatan berhenti dan jiwanya berubah menjadi bentuk energi dan
bergerak dengan bebas. Energi itu atau
jiwa itu, masih di sana.
Dalam percobaan
EPR,
polarizer itu ditempatkan … Dalam peristiwa terkenal dari Sayyidina Umar yang melihat panglimanya Sariya,
dan dia mampu melihat apa yang
terjadi melintasi bumi menuju tempat
sang Panglima tersebut yang berjarak ribuan mil dari tempatnya. Saat Sariya memindai bahaya, waktu itu dia
mampu meneriaki Sariya, dan mengatakan kepadanya apa yang harus dikerjakan oleh
sang panglima dan Sariya mendengarnya dan bertindak sesuai perintah Sayyidina Umar. Dan pendengaran itu sederhananya adalah
sebuah kegiatan getaran udara yang mengenai
gendang telinga panglima Sariya dan kemudian dirubah menjadi sebuah “gelombang otak” yang menjalar ke bagian pendengaran dari otak (mind). Jadi kita bisa
mengandai-andai bahwa Sayyidina Umar memancarkan suatu gelombang otak dari pikirannya ketika dia berbicara, yang melintasi dari Madina ke Sham dengan
kecepatan cahaya dan gelombang
ini “dipungut” oleh “penerima/receiver” Sariyya dan kemudian dirubah
menjadi suara nyata melalui sinyal
listrik yang berlangsung di dalam bagian aural/audio dari otak. Nah ini masuk akal untuk dimengerti dari
pandangan fisika. Namun kemudian pertanyaannya
adalah bagaimana mungkin Sayyidina Umar melihat jelas apa yang sedang
terjadi ke pada Sariya dan perajuritnya di medan perang tersebut, sedangkan
jaraknya begitu jauh dari tempat Sayyidina Umar ? Jawabannya seperti berikut ini :
1. Jika
anda punya pemancar
dan penerima untuk menerima gelombang pikiran, maka komunikasi dilakukan dengan transmisi
gelombang (pikiran), bukan dengan
gelombang suara.
2. Jadi kita mendapati bahwa Shaykhs, melalui koneksi Uwaysi itu, dapat berkomunikasi
antara sesamanya melintasi jarak dan dari sesorang yang meninggal kepada orang
yang hidup.
3. Agar
supaya berkomunikasi murid Shaykh harus berkomunikasi kepada bentuk
gelombang, itulah sebabnya jika dia masih belum terlatih, dia hanya bisa
menerima transmisi seperti itu dalam mimpinya.
4. Namun kita tahu
bahwa khususnya dalam berkomunikasi kepada bentuk gelombang ….. Shaykh
akan mengatakan, ‘tunggu sampai besok,
dan aku akan duduk dengan Nabi s.a.w. dan dia mendapatkan izinnya.’
5. Kemudian
terdapat masa menunggu dan
persiapan, dan Shaykh akan bertemu dengan Nabi s.a.w. dalam majelisnya.
6. Kita melihat bahwa Sayyidina Bayazid,
ketika sekarat dalam tempat
sampah, menjadi mengerti pembicaraan hewan. Apakah itu sesungguhnya mendengar anjing
berkata, gonggongannya atau ia mendengar
gelombang otak si anjing, yang mengatakan
“jangan sentuh tulang itu, itu punyaku.”
7. Begitu juga, Sayyidina Sulayman a.s. diberi
karunia hadiah mengerti
pembicaraan hewan dan burung, dan dari
kejauhan mendengar peringatan semut kepada kelompoknya ….Dia tersenyum ketika
mendengar ini dan memuji (berterima kasih kepada) Allah untuk
karunia Nya itu.
8. Apakah semut itu sesungguhnya berbicara begitu keras untuk didengar Sayidina
Sulayman atau dia
sesungguhnya berkomunikasi melalui gelombang pikiran semut kepada “penerima”
nya ?
9. Berbicara artinya otak harus merumuskan
sebuah rangkaian suara dan kemudian
mengirimkan pesan itu ke tali suara dan lidah untuk membentuk suara dari
setiap kata itu.
10. Namun
begitu seseorang menyuarakan pikirannya, pikiran itu sudah dipancarkan (lebih
dulu).
11. Melisankan
pikiran membangun satu bentuk gelombang otak, yang adalah yang
secara relatif (nisbi) intensif (kental) dibandingkan dengan panjang
gelombang pikiran yang tetap tersembunyi, atau oleh yang memikirkan ingin
disembunyikan.
12. Awliya, dikaruniai dengan kemampuan untuk membaca
gelombang otak (pikiran), jadi dapat menerima pikiran orang lain di
sekitarnya dan membaca mereka seperti seseorang
membaca sebuah buku.
13. Jadi sekali
dipikirkan, atau khatir
bergerak melalui qalbu seseorang, wali dapat menerimanya dan memahaminya,
meskipun dia yang memikirkan itu tidak mengerti bahasanya. Jika seorang gila membunuh seseorang, dia tidak (bisa disuruh) bertanggung
jawab. Itu adalah karena kapasitas otaknya berada di bawah
kapasitas seorang muballagh, dia seperti seorang anak kecil.
Otaknya tidak mampu melakukan kegiatan pada level “pemancaran/transmisi.”
Mereka yang
hidup berada dalam sifat ganda partikel dan gelombang, namun hanya pribadi
yang spiritualnya sudah “diaktifkan” yang dapat menggunakan
kekuatan di dalam sifat ganda ini.
Mereka yang meninggal adalah dalam bentuk spiritualnya,
tubuh-gelombangnya, namun jika dia belum
diaktifkan kekuatan dalam dirinya sebelum meninggalnya, dia masih tidak
dapat menggunakan kekuatan itu untuk
bergerak di dalam dimensi spiritual.
Dikatakan bahwa
awliya, apabila mereka meninggal, memiliki kekuatan yang lebih dari pada ketika mereka masih di dalam bentuk
fisiknya. Itu karena pada saat itu
mereka menjadi spirit/ruh murni dan
setelah dibebaskan sama-sekali dari ikatan fisik dari bentuk partikelnya
menjadi dapat bergerak secara bebas.
Aspek gelombang
dari manusia telah dikaruniakan kepada semua manusia. Namun anda tidak bisa mengaktifkan aspek itu,
maka anda tidak dapat mememanfa’atkan itu. Para awliya yang telah mengaktifkan
aspek itu, dapat “memadamkan para
pengamat” membuat mereka dapat bergerak
bagaikan sebuah gelombang, dan
dalam mendapatkan aspek cahaya mereka,
mencapai keberadaan yang tidak bergantung waktu – hadir pada setiap saat
dan setiap tempat yang telah dicapai
ciptaan itu sejak awal-nya pada Ledakan
Agung.
D. Haqikat Al-Jazba- Kekuatan Tarikan.
Ketika anda merasa
sedang diamati, dan anda menoleh dan mendapati seseorang sedang memandang anda, itu artinya bahwa spirit anda telah merasakan semacam ada gangguan dari sekeliling anda. Indera spirit yang sedang ditarik atau ditolak
ini dirasakan oleh semua orang. Beberapa
spirit adalah
mutajaniseen dan beberapa lainnya adalah mutanafireen –
anda bertemu seseorang dan segera anda
merasa ditolak atau ditarik.
Al-arwaahu junudan mujanada.
Sebagaimana dalam
istilah fisik, kita mengenali orang yang gemuk dan orang yang kurus, dan masing masing memiliki massa yang berbeda, mengeluarkan gaya gravitasi, spirits juga memiliki dimensi
– massa spiritual. Jadi ada spirit yang “gemuk” dan ada spirits “kurus”. Apabila seorang Shaykh telah dikaruniai haqiqat
al-jazba, massa spiritualnya menjadi sangat
besar.
Sebagaimana dalam
istilah fisika, diperlihatkan bahwa sebuah lubang
hitam, ia adalah sebuah obyek yang
masif yang telah menjadi begitu padat sehingga gelombang cahaya sekalipun
tak dapat lepas dari sedotannya, jadi
seperti halnya gravitasi sebuah lubang hitam, (yang) akan menerapkan sebuah
kekuatan tarikan dahsyat dan menyebabkan spirit lain di sekitarnya
tersedot olehnya.
Ejowantah/manifestasi luarnya adalah
bahwa seseorang yang jatuh dalam
pengaruh tarikan akan tertarik untuk duduk bersama Shaykh atau mulai bertanya-tanya kepada murid
Shaykh “siapakah dia? Apa yang diajarkan?” dan seterusnya. Atau kita bahkan bisa melihat bahwa
seseorang, setelah bertemu Shaykh dalam
perjalanan, dalam 10 atau 15 menit
mengucapkan shahadat dan masuk jalan Islam.
Shaykh yang dikaruniai dengan haqiqat
al-jazba, dapat melipat-gandakan pemahaman anda. Dia mampu
merangsang “electrons” anda dari
level satu ke level dua dalam level quantum.
Itulah apa yang menyebabkan “stimulasi”
dari orang yang tertarik. Itulah sebabnya ketika seseorang duduk dalam hadirat
seorang Shaykh, bahkan jika dia tidak bercakap-cakap atau berkomunikasi, dia merasa
bersemangat dan aktif. Ini adalah efek
dari energi spiritualnya pada “electrons”
tubuh spiritualnya.
Seringkali ini
dialami oleh si murid : dia mendatangi Shaykh
dengan sebuah qalbu yang berat karena sedang mengalami cobaan atau
ujian. Segera sesudah berada dalam
hadirat Shaykh, spiritsnya terangkat dan dia merasa
bebannya terangkat. Begitu dia meninggalkan hadiratnya itu, beban itu
kembali, meskipun saat
itu mereka mungkin merasa lebih ringan. Ini dapat dibandingkan kepada efek dari
polarizer yang ditempatkan di
percobaan calcite crystal. Ketika sebuah polarizer terbalik dipasang, sekonyong-konyong
partikel itu berubah ke sifat gelombang [complex]. Ketika seorang Shaykh memegang haqiqat al-jazba, Shaykh itu terus menerus memancarkan energi atau pikiran positif.
E. Nabi Adam As. Mengenal
Nama-nama yang Tak Dikenal Malaikat Dengan Cahaya.
Allah
memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam (as) di Langit (Surga) dan mereka patuh sesaat setelah ia
ditiupkan roh. Adalah sangat menantang untuk memahami percakapan yang muncul
antara Allah dan para malaikat pada saat
Allah menciptakan Nabi Adam (as). Para malaikat, karena keingin-tahuan atau
mungkin kekhawatiran, dan Allah Maha Tahu,
bertanya kepada Allah apakah Dia sedang menciptakan sesuatu makhluk yang
akan membuat korupsi di bumi dan
menumpahkan darah, sementara pada sisi lain mereka selalu menyanyikan
pepujian bagi Nya ? Dan Allah, dalam jawaban Nya, memberi sebuah
kunci (isyarat) tentang mengapa fadl
itu, khususiyya itu
dikaruniakan kepada Nabi Adam (as). Dia
menjawab, “innee `aalamu ma la ta`alamun.” – “Aku
Tahu yang tidak kamu ketahui.”
Ketika Allah mengatakan ini, Dia maksudkan, wallahu `aalam, “Aku menganugerahkan dari ‘yang Aku tahu’ (innee `aalamu) Nabi
Adam as – dan pemberian itu kalian para
malaikat tidak memilikinya (ma la ta`alamun).”
Ini yang
diperagakan Nabi Adam a.s. secara
meyakinkan kepada para malaikat, ketika
atas perintah Allah, dia mengungkapkan Nama Nama itu. Awliya mengatakan nama-nama itu bukanlah nama dari ciptaan Allah, satu demi satu. Namun mereka adalah Nama-Nama yang menjadi
sumber dari ciptaan Allah itu, karena sebagaimana Mawlana mengatakan, “setiap
ciptaan memiliki Nama Ilahiah-nya yang khusus dan unik miliknya, tidak dimiliki
bersama dengan ciptaan lainnya– siffat, bi la sharik.” Itu adalah Nama Ilahiah yang memberi setiap benda khas, keberadaannya. Nama-Nama
ini bukanlah dari Dzat Nya, karena
tak satupun ciptaan dapat memuat satu aspek dari Dzat-Nya, namun dari Uraian dan Busana / Attributes (asma’I was-siffat).
Para malaikat
pada sisi lain, kehilangan kata-kata untuk diucapkan (tentang) apa Nama-Nama itu dan mengaku: qalu la `ilma lana illa ma `alamtana, innaka anta as-sami`ul `alim. Mereka tidak memiliki ilmu tentang aspek
ciptaan yang ini–Nama Ilahiah di
belakang setiap ciptaan. Setiap ciptaan
menjadi ada di bawah cahaya dari Nama
Ilahiah. Apakah identitas itu ? Dari mana
itu datangnya ? Kita merasa kita
adalah diri kita, lokasi kita, kesadaran kita ada di dalam otak kita. Kesadaran kita datang dari apa ? Kita menjadi sadar melalui pengenalan –
hubungan kita dengan sekitar kita.
Ini mulai
berdampak pada kita, ketika kita dilahirkan– sekonyong- konyong indera kita mulai bekerja. Bayi tidak memiliki indera tentang diri,
namun telinga, mata, lidah, inderanya
sedang diisi dengan data, informasi setiap saat. Mawlana
menjelaskan bahwa bayi tidak memiliki diri: dia masih berada dalam Hadirat Ilahi. Itu artinya bayi itu tidak membedakan
keberadaannya dari ciptaan. Dia masih
menerima informasi melalui dimensi
spiritualnya. Dia sedang hidup dalam Bahr
al-rahma dari Allah
Kasih Ilahi.
Wassalam wr wb .......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar