Minggu, 01 Juli 2012

BAGAIMANA SEBAIKNYA MENYIKAPI PEMBELAJARAN TENTANG AREA KEBATHINAN (SPIRITUAL)


BAGAIMANA  SEBAIKNYA   MENYIKAPI
PEMBELAJARAN  TENTANG   AREA KEBATHINAN (SPIRITUAL)
SEBUAH DIALOGIS
MENGGALI DAN MELENJITKAN  POTENSI DIRI
Bengkulu  :  Juni 2012.
Inspirator  :  Nazamuddin (Anggota Senior Satya Buana)


Pada era globalisasi sekarang ini,  dimana ruang dan batas antar negara sudah tidak ada lagi.  Kemajuan teknologi, berbaurnya budaya antar bangsa dan luasnya komunikasi ternyata memberikan kepuasan tersendiri bagi sekelompok  manusia.  Mulai dari pendidikan yang memakai kurikulum dan laboratorium bahasa internasional;  Twinning  program yang mengajarkan pendidikan separuh di Indonesia dan sisanya ditempuh diluar negeri.  Pendidikan sistem ini meningkatkan kurikulum menjadi kurikulum internasional tetapi tetap hanya menekankan pentingnya nilai akademik, kecerdasan otak atau dikenal dengan Intelegence Quotient.

Dibidang pakaian (fashion) dan makanan (food) telah merubah pola dan kekhasan setempat;  dimana manusia telah merubah dirinya menjadi mesin yang mengikuti program iklan dan pencitraan masyarakat.  Mereka bersedia berbaris menuju lokasi penyerapan harta dan mental,  untuk dirampas uangnya maupun  moralnya demi menebus gengsi dan trend mode.  Disini terjadi perubahan karakter manusia yang menunjukkan penurunan dari kecerdasan emosi atau dikenal dengan  Emotional Quotient.

Sementara  dikoran Nasional terbaca ada Tragedy Seorang Manager Investasi Terkenal Kaya Raya  yang mati bunuh diri karena kalah dalam trading valas,  sementara di  dalam gubuk kardus daerah  kumuh  di pinggiran Metropolitan ada rakyat jelata yang miskin mati kelaparan karena tak punya uang untuk sekedar sesuap nasi.  Sekelompok masyarakat pinggiran kota membakar seorang pencuri sepeda motor karena tak punya pekerjaan tetap, yang barang kali hasil curiannya  untuk memberi makan anak istrinya dirumah,  sementara pencuri uang Negara milyaran rupiah bebas berkeliaran dan berfoya-foya mungkin juga ditempat-tempat maksiat menikmati hasil uang curiannya.   

Ada suatu negara mengesahkan opininya untuk mengukuhkan kediktatorannya atas bangsanya sendiri, dan ada juga  agressi suatu negara atas negara lain dengan mengerahkan pesawat perang dan tank yang serba canggih serta bom-bom pemusnah massal,  dengan dalih menumpas kejehatan separatis atau teroris;  sehingga tak jelas lagi  siapa  yang teroris/separatis dan mana pula yang menjadi korbannya.  Ketiga contoh terakhir ini menunjukan telah hilangnya tingkat kecerdasan moral,  penempatan perilaku dan hidup  berpradaban terpuji dalam konteks makna yang luas & kaya atau  dikenal sebagai  Spiritual Quotient.

Pada sisi lain pentahapan dalam umur manusia sejak lahir sebagai bayi, pemuda, dewasa dan seterusnya sampai meninggal, memberikan dampak kepuasan-kepuasan yang diperoleh pada setiap tahapan umur kehidupanKarena ambisi, egoisme, dan perhatian yang lebih mengutamakan Intelegence Quotient (Kecerdasan Otak), hilanglah nilai kejujuran, integritas, komitmen, visi, kreatifitas, kebijaksanaan, prinsip kepercayaan, keadilan, ketahanan mental dan penguasaan diri sebagai bagian dari suatu kecerdasan Emosi (Emotional Quotient) yang seharusnya makin berkembang dengan peningkatan usia manusia.  Serta tidak memperdulikan bagaimana tindakan atau perilaku/jalan hidup manusia supaya menjadi lebih bermakna yaitu pemahaman Spiritual Quotient.

Kadang-kadang terlupakan bahwa sesungguhnya manusia di turunkan ke dunia adalah untuk bertindak selaku khalifah yang membawa amanah beribadah kepada Allah SWT;  seperti yang terjadi saat roh dialam roh bersumpah dihadapan Allah, mengakui Ketuhanan dari Allah Subhanahu Wata’alla. 

Dimasa manusia–manusia memasuki masa produktif sampai uzur, dengan berbagai masalah tersebut diatas baik pencapaian tingkat Kecerdasan Emotional, Intelegence and Spiritual Quotient-nya maupun problem kesehatannya,  mereka tetap perlu memikirkan dan mengupayakan agar disetiap saat dapat mempersiapkan hati yang bersih,  jiwa yang penuh iman dan taqwa kepada Allah SWT.  Sehingga pada saat manusia sewaktu-waktu dipanggil oleh Allah maka tetap dalam kondisi  Khusnul chotimah bukan malah sebaliknya mati dalam keadaan Su’ul chotimah, akhir yang baik bagi manusia/ orang yang mempunyai cahaya keimanan dalam hatinya.

Karena peradaban manusia ternyata mempengaruhi kejiwaan dan berujung pada pola tingkah laku dalam kehidupan keseharian, dan tercermin berikutnya akan tingkah laku  jasmani;  makanya pada awal diskusi kita dalam buku ini,  berikutnya akan kita awali pembicaraan kita tentang  otak.

Agar kita dapat lebih memahami tentang  fungsi  jiwa---terutama bagi anda yang sedang melatih Tenaga  Dalam (Inner Power), Peningkatan Energi Plus,  Olah Bathin atau sedang dalam upaya memahami   wilayah yang  bersinggungan  dengan arena spiritual untuk berbagai tujuan terutama bidang kesehatan---,  maka  saya sarankan sebaiknya anda harus memiliki pemahaman dan gambaran yang lebih konkret tentang struktur  dan cara kerja otak  yang berada di dalam kepala serta pemahaman diri anda secara utuh.

Karena   dikhawatirkan,  ketika anda  memasuki arena pembelajaran  tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan prilaku jiwa dan  hal-hal yang mengarah kepada segala sesuatu  berbau spiritual,  mengingat  semua itu sangat erat kaitannya dengan prilaku otak atau akal dan  kesadaran, maka anda bisa cenderung  keliru atau salah penafsiran dalam memahaminya,  karena anda tak memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang hal itu.  Apabila anda,  tanpa  berbekal  sedikitpun pengetahuan  tentang prilaku otak dan kesadaran anda sendiri  yang kesemuanya sangat berkaitan   erat dengan prilaku jiwa dan prilaku spiritual,  maka anda malah bagaikan  sedang  mengejar bayang-banyang.---enggak punya arah tujuan yang   jelas---, sehingga anda tak  kan pernah sampai pada tepian harapan yang sedang anda tuju.  Lebih celaka lagi,  malah  bisa-bisa anda terjerumus ke dalam jurang  kesesatan yang  makin  dalam.

Sebab,  anda sendiri tak mengerti apa sih hakekad yang sedang anda pelajari atau barang kali anda hanya sekedar mengekor  (takliq)  saja apa kata pembimbing  (pengajar; pelatih; guru)   anda,  atau anda terlalu meyakini pengalaman empiris yang dialami.  Akhirnya anda tersesat dan terperosok kedalam jurang  kefasikan,  karena secara tidak langsung sebenarnya anda telah mengalami “program cuci otak”.  Lalu,  otak dan kesadaran anda telah terisi oleh hal-hal yang terlanjur keliru, sehingga bisa jadi anda  telah berlari jauh dari kebenaran yang hakiki dan sulit kembali lagi   ke  jalan yang lurus, jalan keridhoan Allah ‘Azza wa Jalla.  Kalau sudah begitu mau apa lagi, kasihankan .... sia-sialah hidup anda !??  Ingat lho...! hidup di dunia ini hanya satu  kali ...nggak dua...nggak juga tiga,  jangan di sia-siakan  toh !! 

Perlu disadari,  mempelajari aktifitas  jiwa (spiritual; ruhaniah)”, segala sesuatunya berawal dari mempelajari aktifitas otak atau  akal dan kesadaran” juga.  Sedangkan  aktifitas otak atau akal dan kesadaran”  menentukan segala aktifitas seluk beluk kehidupan seseorangbaik secara jasmani  maupun rohani,  baik  moral maupun  material,  baik konkrit maupun abstraks, baik  inklusif maupun  ekskulsif. 

 Kenapa saya katakan demikian ?   Karena,   untuk kita ketahui bahwa Jiwa”  adalah program-program istimewa yang telah dianugerahkan  kedalam sel-sel  dalam tubuh manusia  termasuk sel otak oleh Allah kepada manusia.  Dan program-program tersebut lantas bekaloborasi” membentuk suatu sistem di dalam organ otak, malah seluruh organ tubuh manusia. 

Oleh karena itu menurut  saya, setiap apa yang dihasilkan aktifitas Otak” adalah merupakan pancaran ataupun cerminan  dari  sebagian aktifitas Jiwa  (spiritual)”  kita juga.    Namun tidak berarti,  setelah anda memahami semua prilaku otak, lalu anda mengklaim seakan-akan anda telah memasuki  wilayah spiritual,  sebab anda baru sampai pada tahap membuka  sebagian  saja  pintu  masuk mengarah kepada pemahaman tentang wilayah spiritual,  sesungguhnya perjalan itu masih sangat panjang. 

Bagaimana kita memahami hal ini ?  Kita ambil contohnya, misalnya ketika kita sedang  membaca dan memahami karya seseorang, baik berupa karya tulis, tulisan ilmiah, karya musik, lagu, pidato, baca puisi, kaya seni lukis,  drama,  atau karya-karya seni dan ilmu pengetahuan lainnya,  sebenarnya kita juga sedang mencoba memahami pancaran  dan lukisan “JIWA” dari orang tersebut.  Kalau tidak begitu,  berarti kita hanya sedang melihat-lihat saja  atau  membaca saja tanpa penghayatan, tanpa memasukkannya  di dalam hati, bukan menikmatinya, bukan pula meresapi  atau  memahaminya... yaa numpang lewat doang.      Kemampuan anda  memahami pancaran  dan  lukisan JIWA”   seseorang  seperti ilustrasi diatas,   lantas  bukan berarti anda telah  memahami ataupun memasuki wilayah spiritual secara holistic,  namun baru dalam tahap  awal  penumbuhan kepekaan rasa.

            Mari kita ambil contoh lagi,  katakanlah terdapat salah satu Pelatihan Olah Tenaga Dalam  (Olah Bathin; Olah Spiritual; Inner Power)” yang berkembang saat ini dengan Tujuan  Pelatihan  Jangka Panjang adalah merupakan salah satu methoda dalam upaya mengembalikan “kondisi fitrah manusia” untuk mewujudkan seorang hamba yang mampu dan pandai:

1.    Meningkatkan Iman dan Taqwa  hanya kepada  Allah.                                                             
2.    Beribadah pada Tuhannya dengan ikhlas.
3. Menganalisa dengan akal/mengenali jati diri dan lingkungannya dalam rangka mengantarkan manusia untuk menjadi hamba yang     pandai bersyukur kepada penciptanya.
4. Mengenal alam semesta dan dirinya sendiri agar ia dapat mengenal Tuhannya, sehingga ia menjadi  semakin dekat dengan  Sang Penciptanya.

Menurut penemunya,  metodologi ini dapat dikaji secara ilmiah (logika ; akal ; rasio; otak), maupun hukum aqidah agama oleh siapa saja,  bahwa untuk dapat menghidupkan dan mengembangkan  Metodologi Tenaga Dalam (Inner  Power) ini dilakukan  melalui cara yang realistis,  logis  dan alami dapat dilakukan melalui  pendekatan latihan:

a.   Pola  kosentrasi,  meditasi  dan  taffakur  (meningkatkan  ke-khusukan  dan  keyakinan  kepada sang Khaliq).

b.   Pola  olah  nafas  (olah nafas segi tiga  yang  ber-pusat dikundalini  sebagai  booster  dan  konduktor”  energi dalam tubuh).

c.   Pola    gerak/jurus    (stimulasi    terhadap    titik  simpuls   syaraf  sensitive,   receptor  dan  7 titik cakra mayor;  pusat-pusat energi  utama dalam tubuh);  dengan disertai pengamalan  dzikir khofi  (menghadirkan kesadaran diri atau rasa ingat  seakan-akan melihat atau sedang diawasi  oleh Allah SWT)  dalam hati dengan ikhlas untuk mengharapkan ridho Allah SWT, manusia hanya berusaha tetapi Allah yang menentukan.

           Aplikasi dari perwujudan kefitrahan  tersebut dituangkan dalam  ilmu terapan tenaga dalam  tesebut  menurut jalur:

a.   unsur penyembuhan.
b.   unsur beladiri.
c.   unsur pengembangan bakat cipta, karsa, rasa,  seni, dan budaya.
d.   unsur parapsycolog.

 Nah.... ! coba anda renungkan dalam-dalam tujuan dan penjelasan tentang prinsip  dasar dari salah satu Pelatihan Olah Tenaga  Dalam (Inner Power)  tersebut. Apakah anda tidak melihat keterkaitannya dengan apa yang telah saya katakan diawal paragraf tulisan ini.   Silahkan anda memikirkan dan merenunginya, apakah pendapat saya ini realistis atau tidak.  Lets  thought  or  forgeted  it  ! (Renungkanlah atau lupakan).

Saya hanya mengingatkan, agar sebaiknya anda hati-hati lho...! Maaf beribu maaf,  bukan saya nakut-nakutin anda dalam mempelajari tentang segala sesuatu yang mengarah kepada “wilayah spiritual”,  karena semua ini sangat berkaitan erat dengan prilaku  jiwa  kita.  Hal  ini bisa berbahaya,  namun bukan berarti anda harus mundur atau apriori sehingga anda mengunci rapat-rapat diri anda  dari segala sesuatu yang berkenaan dengan areal spiritual.  Sebab,  kalaulah ini yang anda pilih maka anda sampai matipun  tidak akan mengenal secara sungguh-sunguh  tentang Sang Pencipta anda sendiri yakni Rabb Pencipta Semua Makhluk.  Karena untuk mengenal Sang Maha Berkuasa  yang selalu anda  sembah dan dimintai pertolongan adalah dengan mempertajam wilayah spiritual anda,  tidak hanya cukup dengan akal.  Jadi kata kuncinya,   kalaulan anda ingin mempertajam kemampuan spiritual,  maka  anda harus berusaha membekali diri anda dengan pengetahuan dasar yang cukup memadai.  

Karena anda sedang memasuki wilayah wilayah : abstrak; absurt (alam tidak nyata;  alam im-materil)”.  Sedangkan yang “konkrit-konkrit  (nyata-nyata)”  saja  kita sering salah, apalagi yang tidak nyata, tul enggak....!   Itulah bahaya-nya kita takliq,  baik takliq kepada sang guru, takliq kepada buku-buku tertentu, takliq kepada aliran tertentu atau takliq kepada idealisme tertentu;  bahkan dalam ajaran agama kita dilarang keras takliq (membeo doang), tanpa mau menalar, merenung, menganalisis dan belajar dari   “referensi-referensi yang shahih atau bertanya kepada  yang lebih tahu. 

Banyak contoh  telah  terjadi terhadap orang-orang yang telah menyimpang dari ajaran pokok agama yang dianutnya, akibat takliq atau terlalu over dosis dalam memahami dan melakukan aktifitas yang bernuansa spiritual tanpa berpegang pada prinsip yang kuat dan teguh atas agama yang Fitrah.  Dan didalam Islam sangat melarang “takliq buta”, sebagaimana digambarkan Allah dalam  firman-firman-Nya: 

Qs.  Az-Zumar ayat 9:  ”...Katakanlah:  adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.  Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran (ilmu pengetahuan)”.

Qs.An-Nahl ayat 43:  ”.... Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan”.

QS. Bani Israil  (17)  ayat  36 : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang  kamu tidak mempunyai ilmu (pengetahuan) tentangnya.  Sesungguhnya pendengaran,
 penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”.

Qs. Al-A’raaf ayat 179:  ”Dan sesungguhnya Kami jadikan isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia,  mereka mempunyai  hati  tetapi  tidak  digunakan   untuk       memahami (ayat-ayat   Allah),     dan     mereka    mempunyai     mata  tidak
digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah),  dan mereka
 mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar
 (ayat-ayat Allah).  Mereka itu seperti binatang bahkan lebih
sesat lagi.  Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

Jangan-jangan “pembimbing (baca: pelatih; guru; pembina)” anda juga sebenarnya nggak punya ilmu apa-apa tentang  “Olah Bathin atau Olah Spiritual”  tersebut.  Yaa..!  barangkali  hanya mengekor juga dari para pendahulunya atau bedasarkan nalarnya dan pengalaman empirisnya semata,  tanpa pernah mencoba melakukan pendekatan-pendekatan terhadap sumber keilmuan yang lebih shahih.       Sehingga,  ketika mencoba menjelaskan tentang  arena “Olah Spiritual  (baca:  Olah Tenaga Dalam)”,  maka  cenderung  ngomongnya  ngawur  enggak  karu-karuan tanpa dasar yang  shahih.   

Untuk itu,  mari kita terus mecoba untuk terus menalar,  mencerna, menganalisa, merenung, mencari dasar-dasar pendekatan yang lebih shahih tentunya dengan cara arif dan bijaksana dalam mengambil sebuah keputusan  agar paling tidak  walaupun sedikit kita sudah punya  bekal  untuk ngomong  atau memberikan  pandangan,  pendapat,  penjelasan tentang wilayah yang berbau kebathinan (spiritual), atau minimal untuk kebutuhan diri sendiri.  Itupun kalau anda mau, kalau enggak juga ndak apa-apa koq !   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar