Sabtu, 30 Juni 2012

BAGAIMANA KETERKAITAN ANTARA AKAL DAN KESADARAN TERHADAP JIWA DAN RUH ?


BAGAIMANA  KETERKAITAN  ANTARA  AKAL DAN  KESADARAN  TERHADAP JIWA  DAN  RUH ?

SEBUAH DIALOGIS
MENGGALI DAN MELENJITKAN  POTENSI DIRI
Bengkulu  :  Juni 2012.
Inspirator  :  Nazamuddin (Anggota Senior Satya Buana)



Berikut ini kita akan mencoba memahami misteri keterkaitan antara “Akal dan Kesadaran” kita  terhadap “Jiwa dan Ruh”, untuk menguak perlahan-perlahan pemahaman kita tentang “Jiwa dan Ruh” yang sangat erat kaitannya terhadap bagaimana kita bisa memahami tentang diri  dan wilayah spiritual  dalam diri kita, dan hal ini kita yakini  merupakan pintu masuk  hubungan (chanelling) vertikal kita langsung kepada Sang Khaliq Allah Aza Wajalla.   Karena keberadaan prilaku Jiwa terkait sangat erat dengan akal dan kesadaran seseorang.  Kenyataan seperti ini dapat kita amati langsung dari keadaan disekitar kita.  Misalnya, coba kita lihat orang yang terganggu jiwanya,  pasti  dia juga akan mengalami gangguan pada akal dan kesadarannya, dalam berbagai skalanya (tingkat keparahannya).  Semuanya tergantung kepada jenis dan latar belakang terjadinya gangguan jiwanya.  Ada gangguan jiwa yang bersifat ringan, sehingga gangguan terhadap akal dan kesadarannya juga ringan.  Namun ada juga gangguan Jiwa yang bersifat berat, sehingga gangguan akal dan keadarannya juga berat.

Orang yang sedang mengalami “stres” dalam skala ringan misalnya, pasti ia akan mengalami gangguan fungsi akal sehatnya  atau terganggu rasionalitas berfikirnya, meskipun stresnya bersifat ringan.  Paling tidak biasanya kita melihat ia akan uring-uringan, emosinya gampang naik, wajahnya kusam, gerakannya kadang lamban kadangkala bisa agressif, gelisah, kurang bersahabat, sampai kepada kurangnya kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. 

Jika stresnya meningkat menjadi lebih berat---“Depressi”---maka kehilangan akal sehatnya atau rasionalitasnya bisa semakin parah.  Orang tersebut akan semakin sulit untuk diajak berfikir rasional, diajak bicara,  bahkan ada yang demikian cueknya terhadap lingkungan sekitarnya, suka menyendiri, menjauh dari kehidupan sosial, suka melamun, ngoceh yang nggak karu-karuan  juntrungan-nya, emosi semakin gampang muncul, malah kadang kala sering menghancurkan benda-benda disekitarnya.  Akhirnya menjurus kepada “Hilangnya Kesadaran Diri”,  meskipun sebenarnya dia terjaga atau sadar secara lahir,  hanya kontrol dirinya saja tidak bekerja dengan baik. 

Bisa jadi,  sebagian sifat-sifat kemanusiaan-nya juga mulai menghilang,  misalnya hilangnya rasa malu, tidak memiliki rasa takut, menjadi sadis, dan prilaku tidak  wajar lainnya.  Pada prinsipnya, gangguan jiwa menyebabkan berkurangnya kemampuan akal sehat dan kesadaran kemanusiaan-nya.  Bahkan,  sampai bisa hilang sama sekali.  Namun kenyataannya dia tetap “hidup dan terjaga”.  Disini kita melihat betapa dalam diri kita ini ada dualisme “Fungsi Kehidupan”  yang dapat bekerja secara terpisah.  Jiwanya mengalami masalah, akan tetapi Ruh-nya tetap bekerja untuk menjaga fungsi-fungsi dasar kehidupan manusia yang melekat dalam fungsi biologisnya agar tatap bekerja secara sinambung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar