BAGAIMANA KETERKAITAN
ANTARA AKAL DAN KESADARAN
TERHADAP JIWA DAN RUH ?
SEBUAH DIALOGIS
MENGGALI DAN MELENJITKAN POTENSI
DIRI
Bengkulu : Juni 2012.
Inspirator
: Nazamuddin (Anggota Senior
Satya Buana)
Berikut ini kita akan mencoba memahami misteri keterkaitan antara “Akal
dan Kesadaran” kita terhadap “Jiwa
dan Ruh”, untuk menguak perlahan-perlahan pemahaman kita tentang “Jiwa
dan Ruh” yang sangat erat kaitannya terhadap bagaimana kita bisa memahami
tentang diri dan wilayah spiritual dalam diri kita, dan hal ini kita yakini merupakan pintu masuk hubungan (chanelling) vertikal kita
langsung kepada Sang Khaliq Allah Aza Wajalla. Karena keberadaan prilaku Jiwa terkait
sangat erat dengan akal dan kesadaran seseorang. Kenyataan seperti ini dapat kita amati langsung
dari keadaan disekitar kita. Misalnya,
coba kita lihat orang yang terganggu jiwanya,
pasti dia juga akan mengalami
gangguan pada akal dan kesadarannya, dalam berbagai skalanya (tingkat
keparahannya). Semuanya tergantung
kepada jenis dan latar belakang terjadinya gangguan jiwanya. Ada gangguan jiwa yang bersifat ringan,
sehingga gangguan terhadap akal dan kesadarannya juga ringan. Namun ada juga gangguan Jiwa yang bersifat
berat, sehingga gangguan akal dan keadarannya juga berat.
Orang yang sedang mengalami “stres” dalam skala ringan misalnya,
pasti ia akan mengalami gangguan fungsi akal sehatnya atau terganggu rasionalitas berfikirnya,
meskipun stresnya bersifat ringan.
Paling tidak biasanya kita melihat ia akan uring-uringan, emosinya
gampang naik, wajahnya kusam, gerakannya kadang lamban kadangkala bisa
agressif, gelisah, kurang bersahabat, sampai kepada kurangnya kepekaan terhadap
lingkungan sekitarnya.
Jika stresnya meningkat menjadi lebih berat---“Depressi”---maka
kehilangan akal sehatnya atau rasionalitasnya bisa semakin parah. Orang tersebut akan semakin sulit untuk
diajak berfikir rasional, diajak bicara,
bahkan ada yang demikian cueknya terhadap lingkungan sekitarnya, suka
menyendiri, menjauh dari kehidupan sosial, suka melamun, ngoceh yang nggak
karu-karuan juntrungan-nya, emosi
semakin gampang muncul, malah kadang kala sering menghancurkan benda-benda
disekitarnya. Akhirnya menjurus kepada “Hilangnya
Kesadaran Diri”, meskipun sebenarnya
dia terjaga atau sadar secara lahir, hanya
kontrol dirinya saja tidak bekerja dengan baik.
Bisa jadi, sebagian sifat-sifat
kemanusiaan-nya juga mulai menghilang,
misalnya hilangnya rasa malu, tidak memiliki rasa takut, menjadi sadis,
dan prilaku tidak wajar lainnya. Pada prinsipnya, gangguan jiwa menyebabkan
berkurangnya kemampuan akal sehat dan kesadaran kemanusiaan-nya. Bahkan,
sampai bisa hilang sama sekali.
Namun kenyataannya dia tetap “hidup dan terjaga”. Disini kita melihat betapa dalam diri kita
ini ada dualisme “Fungsi Kehidupan”
yang dapat bekerja secara terpisah.
Jiwanya mengalami masalah, akan tetapi Ruh-nya tetap
bekerja untuk menjaga fungsi-fungsi dasar kehidupan manusia yang melekat dalam
fungsi biologisnya agar tatap bekerja secara sinambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar