DENGAN UPAYA YANG SEDERHANA
WUJUDKAN IMPIAN BESAR
SEBUAH
DIALOGIS
MENGGALI DAN MELENJITKAN POTENSI DIRI MELALUI AL-QUR’AN
Kecerdasan Al-Qur’an (Qur’anic
Quotient) dapat kita definisikan adalah sebuah
konsep kederdasan yang berdasarkan Al-Qur’an untuk meberikan pencerahan sekaligus melengkapi kekurangan pada
konsep-konsep kecerdasan yang telah ditemukan oleh manusia pada umumnya. Barangkali
ada tiga alasan mengapa kita perlu menggali potensi Qur’anic Quotient ini, yakni:
Ø
Pertama; Masih
banyak ditemukan kekurangan dalam
konsep-konsep kecerdasan yang telah di kupas oleh para ilmuan Dunia
Barat, terutama mereka tidak pernah mengaitkan antara kecerdasan tersebut terhadap Sang Pencipta Orang Cerdas dan Sang Pemilik
Kecerdasan itu sendiri, yaitu Allah SWT.
Ø
Kedua ; Keterpesonaan dan keterkaguman sebagian
ummat Islam terhadap
konsep kecerdasan yang dikemukan oleh Ilmuwan Barat, membuat mereka melupakan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, pada hal itu hanyalah suatu
hikmah yang hilang dari kaum Muslimin itu sendiri.
Ø
Ketiga ; Untuk mengajak
ummat Islam kembali kepada konsep
Al-Qur’an, terutama ilmuwan Islam untuk
kembali merumuskan konsep “Pengembangan
Diri (Self Development)” berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Sepakatkah
kita melanjutkan gagasan yang telah dikemukakan oleh Muhammad Iqbal yang telah dituangkan dalam bukunya “The Reconstruction of Religious
Thought in Islam (Rekonstrtuksi
Pemikiran Agama Dalam Islam)” ?
Yaitu :
“bahwa kemajuan Islam bukan terletak pada meniru atau tidaknya terhadap barat, tetapi sejauh
mana ummat Islam menggali potensi dirinya sendiri melalui Al-Qur’an. Karena Islam tidak berkiblat ke Barat atau ke
Timur, tetapi kepada syari’at Allah, baik itu dalam keyakinan (‘aqidah), ritual
(‘ibadah), maupun interaksi sosial (mu’amalah) sebagaimana firman Allah
dalam QS. Al-Baqarah ayat 177.
Oleh karena itu, kita menganalisis ulang apa sebetulnya yang sedang
dipikirkan oleh Eropa (baca : Barat atau Amerika Serikat) dan sampai dimana kesimpulan-kesimpulan yang telah dicapainya itu bisa membantu untuk
mengadakan revisi, dan kalau perlu, melakukan rekonstruksi atas pemikiran agama
dalam Islam (hal. 34). Tugas yang
dihadapi ummat Muslim modern adalah tak bertara. Dia harus memikirkan kembali keseluruhan
sistem Islam tanpa sepenuhnya memutuskan hubungan dengan masa lampau (hal.
166)”.
Jadi ada dua
hal yang perlu kita lakukan; pertama: jangan “latah”—takliq buta; tanpa ilmu-- terhadap konsep dari dunia Barat maupun dari
Dunia Timur, termasuk teman dekat anda sendiri, atau jangan pula menolak dengan
membabi buta, tetapi tetap mempelajari dan
mencermati apakah konsep-konsep yang
telah dihasilkan oleh mereka shahih atau tidak (berdasarkan dalil-dalil
agama). Lalu kita coba kritisi, dimana
mereka berhenti (hasil penelitian mereka mandek) dan dari sanalah kita mulai
melangkah; kedua : tetap mempelajari sistem Islam
dan khazanah keilmuan Islam yang bersumber dari dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
Dalam kita
melakukan dua hal diatas, kita harus mempehatikan “tujuan dan metoda”.
Artinya, kita hendaknya tidak
mempelajari konsep dari Dunia Barat dan
Dunia Islam, hanya sebatas kajian Ilmiah
saja, tetapi yang lebih penting dalam rangka mencari kebenaran. Karena hal ini sangat menentukan hasil akhir
dari proses belajar. Sebab bagi yang
berhenti pada batas kajian Ilmiah, maka ia hanya akan memperoleh kepuasan
intelektual toq ! Sebaliknya bagi yang
memang mencari kebenaran, maka
Allah SWT akan memberikan Hidayah dan
Karunia-Nya yang tak terhingga. Kata Allah: “Falahum
ajrun ghairu mamnun” (Bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya). Jadi segala sesuatu tergantung pada Niat
dan Tujuan kita.
Demikian pula
halnya dengan “Metoda”, bila kita
terlebih dahulu mempelajari konsep-konsep dari Dunia Barat tanpa didahului mempelajari dan memahami
ajaran Islam, maka besar kemungkinan
yang terjadi malah kita sulit menemukan kenbenaran, dan malah kita
semakin terjebak dalam kesesatan atau mungkin kita akan kebingungan
sendiri. Karena nggak tau jalan keluar
mana yang seharusnya kita lalui, yaaa ..
jangan sampai gila ajalah, karena
stress. Yang paling ringan, ketika kita mau mempelajari
Islam, maka paradigma (idealisme; rasionalisme; cara pandang) Dunia Barat akan sangat mempengaruhi
pemikiran kita—yaa .. umpama rokok, sisa-sisa candunya itu lho ! masih tetap
lengket gitu--dalam memandang Islam sama seperti Dunia Barat memandang
Agama mereka sendiri.
Ahh .. kalau disebut–sebut sudah terlalu banyak contoh
para oknum Sarjana Muslim jebolan
Universitas Barat (Eropah dan Amerika
Serikat) terkenal, yang membawa
konsep-konsep “Islam Liberalisme; Islam
Kapitalisme; Islam Sosialisme; Islam
Materialisme; Islam Sekuler, mungkin juga Islam Marxisme”, minimal cara
pandangnya, jangan tersinggung lho ! saya
enggak menyebut individu anda, kalau nggak merasa kenapa harus tersinggung,
yaa... kan !
Sadarkah anda, sebagian besar Dunia Barat itu memandang dan beranggapan agamanya itu dogma –cerita
dongeng ngkali yaa--, sehingga mereka berkesimpulan agama yaa .. agama, dan Ilmu Pengetahuan itu berada di sisi lain,
bukan bagian dari agama. Akibatnya apa ?
ada saja mereka yang berpendapat agama itu kuno; alias klasik; ketinggalan jaman gitu lho .. bahkan mungkin menganggap agama itu hanyalah setumpuk aturan
dan cerita-cerita sejarah jaman dulu yang cukup sebagai bahan bacaan ringan
saja, sehingga bertentangan dengan konsep
dan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi saat ini dan barangkali juga ke
depan yang seakan-akan telah mereka kuasai
dengan amat membanggakan. Sehingga para ilmuwan mereka banyak yang
kepeleset, meninggalkan agamanya karena dianggap tidak berguna atau paling
kecil mengesamping (baca: mengabaikan) agama dalam pola kehidupan mereka
sehari-hari.
Disadari ataupun tidak
dampak tersebut sudah banyak
menular dikalangan generasi muda maupun generasi tua Ummat Islam saat ini ... tidak percaya coba
kita buka mata hati kita dan pasang
telinga kita .... lihatlah dan saksikan
dan jangan jangan–jangan kita pun atau mungkin anggota keluarga kita pun sudah
ada yang terjangkit sicksense. Bila
telah sebagian besar umat islam dijangkiti oleh virus ilmu pengetahuan
itu; bisa saja suatu ketika kita
berkesimpulan Islam ketinggalan zaman; kuno;
nggak up to date; nggak trend.
Akhirnya, jangankan membawa kemajuan
terhadap Islam, tapi malah justeru memicu konflik di tubuh ummat Islam itu
sendiri.
Jadi akan sangat berbeda, jika kita mempelajari Islam –Al-Qur’an dan
As-Sunnah—terlebih dahulu (dengan catatan apanpun yang tejadi tetap berpegang
teguh keyakinan akan –Al-Qur’an dan As-Sunnah—), baru kemudian kita mempejari
konsep-konsep dari Dunia Barat, maka kita akan semakin yakin terhadap kebenaran
Islam. Karena saat kita mempelajari
Islam kita dituntut untuk meyakini, mengamalkan, mendakwahkan, dan membelanya,
sehingga ajaran Islam yang telah lengket dalam jiwa dan raga kita akan menajadi
“filter” bagi kita dalam mepelajari
ilmu apa saja yang telah dihasilkan oleh Dunia Barat. Otamatis.
Salah satu ilmu—dari sekian banyak ilmu—yang patut kita
pelajari dari Dunia Barat adalah konsep kecerdasan intelektual (intelegence
quotient) atau konsep pengembangan diri (self development) yang saat ini kita diskusikan. Jika kita sepakat melakukan sebagaimana
uraian yang telah disampaikan panjang lebar di atas, Insya Allah, “Ketercerahan
atau Kebercahayaan (renaisance/aufklarung)”
akan terjadi juga pada ummat Islam. Amin.
Inspirator :
Nazamuddin (Senior Satya Buana Bengkulu).
Bengkulu : 29 Juni 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar