PERKEMBANGAN OTAK BERFIKIR DAN EMOSI
SEBUAH DIALOGIS
MENGGALI DAN MELENJITKAN POTENSI
DIRI
Bengkulu : Juni 2012.
Inspirator : Nazamuddin (Anggota Senior Satya Buana)
Untuk memahami dengan baik penguasaan kekuatan “Emosi atas Nalar” (otak yang berfikir), dan mengapa perasaan dan nalar selalu siap
bertarung untuk merebut pengaruh terhadap diri seseorang, sebaiknya kita
memahami bagaimana otak manusia yang terdiri dari sel-sel saraf dan cairan dalam
otak itu berkembang. Otak berkembang
dari bawah ke atas, dengan pusat-pusat yang lebih tinggi berkembang sebagai
penghubung dengan bagian-bagian yang lebih rendah. Bagian yang paling primitif adalah “batang
otak” yang mengelilingi ujung atas tulang belakang.
Akar otak ini, mengatur fungsi-fungsi dasar kehidupan seperti bernafas
dan fungsi metabolisme organ-organ tubuh, termasuk juga mengedalikan reaksi dan
gerakan dengan pola yang sama. Batang
otak ini telah diatur atau diriset untuk menjaga agar tubuh berfungsi
sebagaimana mustinya dengan cara yang tidak membahayakan keberlangsungan
hidup. Dari batang otak ini juga
terbentuk pusat emosi (Amygdala)
dan juga berkembangnya otak untuk berfikir (Neokorteks), berupa tonjolan
besar jaringan berkerut dan berkelok-kelok yang merupakan lapisan paling atas
otak. Inilah faktanya, bahwa otak
berfikir (Nalar) tumbuh dari wilayah otak emosional mengungkapkan
tentang hubungan antara pikiran dan perasaan,
dimana otak emosional seringkali menguasai otak berfikir, sehingga kita lebih mengikuti emosi dari pada
nalar.
Akar kehidupan emosional kita yang paling kuno adalah indra pencium,
yang disebut dengan “Lobus olfaktorius”.
Dari “olfaktorius”
ini berkembang pusat-pusat emosi
primitif yang pada akhirnya berkembang dan menutupi bagian atas batang
otak. Bagian-bagian otak ini
mengelilingi dan membatasi batang otak,
yang disebut dengan “Sistem
Limbik” yang berbentuk cincin. Sistem Limbik merupakan suatu
rangkaian struktur yang terletak di “diensefalon” dan sekitarnya. Sistem Limbik yang merupakan pusat
emosi terdiri dari “Hyppocampus,
Amygdala, Stria Terminalis, Gyrus
Subkalosus, Hippothalamus bagian depan, Corpus Mamilare, Gyrus Singulata, Sitem Retikularis, dan Forniks”. Wilayah
saraf baru ini menambah perbedaharaan emosi pada otak. Jika kita dikuasai oleh hasrat atau
kemarahan, seperti misalnya sedang jatuh
cinta atau rasa ketakutan atau rasa kebencian, maka “Sistem Limbik” ini
lah yang sedang menguasai kita.
Pada saat Sistem Limbik berkembang, sistem tersebut akan mempertajam
dua alat yang berdaya besar, yaitu pembelajaran dan ingatan. Perkembangan ini yang membuat makhluk hidup
yang disebut manusia lebih cerdas dalam
menentukan pilihan untuk mempertahankan kehidupannya. Hubungan antara “Lobus Olfaktorius”
dengan “Sistem Limbik” sekarang ini befungsi membedakan bau-bauan yang
ada sekarang dengan bau-bauan yang ada di masa lalu, juga membedakan yang baik
dan yang buruk. Fungsi ini dilakukan
oleh “Rhinencephalon”, yang
secara harfiah berarti otak hidung, yaitu bagian “Saluran Limbik dan dasar
Neokorteks”. Dalam perkembangan
selanjutnya, sejumlah lapisan sel otak baru ditambahkan ke atas kedua
lapisan tipis “korteks”, bagian yang merencanakan, memahami apa
yang ditangkap oleh indra, dan mengatur gerakan untuk membentuk “Neokorteks”
yang lebih kompleks. “Neokorteks”
ini merupakan tepat berfikir, yang memuat pusat-pusat yang mengumpulkan dan
memahami hal-hal yang dicerap oleh indra
dan kemudian mengolahnya. “Neokorteks”
akan menambah perasan tentang apa yang kita pikirkan berkaitan dengan perasaan itu, dan
memungkinkan kita untuk mempunyai perasan tentang ide, seni, simbol, khayalan
dan sebagainya.
Tambahan baru pada otak ini memungkinkan bertambahnya nuansa-nuansa
pada kehidupan emosional. Contohnya,
adalah “cinta”. “Struktur
Limbik” menghasilkan perasaan nikmat dan hasrat birahi, berbagai emosional
yang mendorong “nafsu seksual”.
Tetapi penambahan “Neokorteks”
dan sambungannya ke “Sistem Limbik” memungkinkan adanya ikatan ibu-anak yang merupakan dasar
unit keluarga, sehingga memungkinkan terjadinya perkembangan manusia. Spesies yang tidak mempunyai “Neokorteks”,
misalnya golongan reptil, tidak
mempunyai rasa kasih sayang seperti itu ;
bila anaknya menetas, bayi-bayi reptil itu harus bersembunyi agar tidak
dimakan oleh induknya sendiri. Pada
manusia, ikatan yang besifat melindungi antara orang tua dan anaknya
memungkinkan berlangsungnya sebagian besar proses pedewasaan sepanjang masa
kanak-kanak, masa selama otak terus
berkembang. Semakin banyak jumlah
sambungan “neokorteks”, semakin besar rentang respons-respons yang mungkin
dihasilkan dan semakin kreatif.
Akan tetapi, pusat-pusat yang lebih kuat ini tidak mengatur semua
kehidupan emosional, karena dalam keadaan emosional penting dan darurat
pusat-pusat tersebut dapat dikatakan diatur murni oleh “sistem limbik”, maka otak emosional memainkan peranan penting dalam struktur
per-saraf-an. Sewaktu akar asal otak
baru itu tumbuh, wilayah-wilayah emosi
itu terjalin melalui miliaran jaringan penghubung ke setiap bagian “neokorteks”. Hal ini mengakibatkan pusat-pusat emosi
memiliki kekuatan luar biasa untuk mempengaruhi berfungsinya bagian lain
otak, termasuk pusat-pusat berfikir “neokortek”.
Dibagian otak yang manakah nafsu manusia dihasilkan ? Jawabannya adalah di “Amygdala”. Amygdala merupakan kelompok struktur yang
saling terkoneksi berbentuk buah badam
yang bertumpu pada batang otak, dekat “alas cincin limbik”. “Amygdala” terdiri dari dua, masing-masing di setiap sisi otak, dan disisi
kepala. “Hippocampus” dan “Amygdala” merupakan dua bagian
penting otak-hidung primitif yang dalam perkembangannya memunculkan “korteks
dan neokorteks”. “Amygdala” adalah
spesialis masalah-masalah emosional.
Apabila “Amygdala”
dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya, hasilnya adalah ketidakmampuan yang amat mencolok dalam menangkap makna
emosional terhadap suatu peristiwa ;
keadaan ini kadang-kadang disebut dengan “Kebutaan Efektif”.
Dari gambar di atas dapat dijelaskan
bahwa, “Sinaps” merupakan tempat
isyarat-isyarat yang disebarkan dari “akson
dan kolateralnya”, dari satu “neuron
ke akson neuron lain, sel otot, dan kelenjar”. Pada transmisi sebuah isyarat, “impuls
listrik” yang mencapai “membran prasinaps” harus melapaskan suatu “transduser kimia”, “neurotrasmiter ke dalam celah sinaps”. “Transduser” yang dilepaskan oleh “vesikel”
akan berdifusi ke membaran “pascasinaps” dan mulai membuat isyarat
listrik baru. Beberapa transmiter
misalnya “asetilkolin, glutamnat, norepinefrin, dopomin” dan sebagainya.
Berikut akan dijelaskan bahwa, “Hippothalamus”
adalah merupakan pusat yang memerintahkan semua proses vegetatif dan sebagian
besar “endoktrin” dalam tubuh, dan merupakan organ penggabungan
terpenting dalam kendali “Homeostasis Lingkungan Internal”. Untuk pengaturan suhu tubuh, “Hippothalamus”
dilengkapi dengan “termo reseptotor” yang mengatur keseimbangan hormon,
dengan reseptor yang mencatat umpan balik kadar hormon dalam darah. Gambar berikut dapat di lihat “Sistem
Limbik dan Hippothalamus” dalam otak
.
Yang terutama berperan pada
pengaturan tingkah laku secara keseluruhan adalah sistem jalur “Monoaminergik”,
yaitu “Neuron Noradrenalin, Dopaminergik, dan Serotonergik”, yang
berjalan dari batang otak ke hampir seluruh bagian otak. Pada percobaan “Otostimulasi”, terutama daerah “Adrenegric”,
menyebabkan penguatan positif (menimbulkan perhatian dan penghargaan), sedangkan “Neuron Serotoninergik”
merupakan bagian sistem “yang tidak
berkepentingan”. Sistem “Monoaminonergik”
juga titik kunci pada obat “psikofarmaka”.
“Korteks
Nonspesifik atau Asosiasi” terdiri dari 1).
Bagian Prefrontal, 2). Bagian
Limbik dari Otak frontal”, dan 3).
Daerah Temporal, Pariental dan Oksipital. Ini bertanggung jawab atas fungsi integrasi
tertentu dari “Cortex Cerberi”.
Area 3 bertanggung jawab atas aktivitas sensoris yang lebih tinggi, sedangkan fungsi area 2 adalah untuk
mempengaruhi “subordinasi” tingkah laku bawaan sejak lahir untuk kendali
yang diperoleh (bagi pelaksanaan dan
rencana) dan untuk mendamaikan motivasi internal dan eksternal satu dengan yang
lain.
“Lesi atau
lecet” di “korteks frontalis” dapat mengakibatkan ketekunan atau
melakukan aktivitas yang berlebihan,
penurunan jangkauan perhatian,
perubahan perkiraan waktu, kelesuan, terlalu peka terhadap rangsangan,
keadaan gembira berlebihan dan lain sebagainya.
Seorang ahli saraf di Center
for Neural Science di New York University,
Joseph LeDoux adalah orang pertama yang menemukan peran kunci “Amygdala
dalam Otak Emosional”, bersama
kelompok ilmuwan saraf lainnya memanfaatkan metode dan teknologi inovatif yang
dapat memberikan tingkat ketepatan yang belum pernah dicapai sebelumnya untuk
memetakan otak yang sedang aktif bekerja, yang mampu mengungkapkan
misteri-misteri pikiran yang tak
mampu ditembus oleh generasi-generasi
ilmuwan sebelumnya. Mereka menjelaskan
bagaimana “Amygdala“ mampu mengambil alih kendali terhadap hal-hal yang
kita kerjakan, bahkan sewaktu “otak untuk berfikir (neokorteks)” masih
menyusun keputusan yang akan diambil.
Apabila seseorang yang “Amygdala”-nya dibuang untuk
mengendalikan penyakit “Epilepsi” menjadi tidak berminat sama sekali
kepada sesama manusia. Ia akan menarik
diri dari hubungan antar manusia. Sekalipun
ia mampu mengikuti pembicaraan, ia tidak lagi mengenali sahabat-sahabatnya,
atau bahkan ibunya sendiri, dan tetap tak bergeming meskipun menghadapi
kecemasan, mereka akan tidak akan peduli.
Kelihatannya tanpa “Amygdala”, seseorang telah kehilangan semua
pemahaman tentang perasaan dan setiap
kemampuan untuk merasakan perasaan. “Amygdala”
berfungsi sebagai gudang ingatan emosional dan pemahaman akan makna emosional
itu sediri. Tanpa “Amygdala”,
maka kehidupan seseorang menjadi tidak bermakna atau tidak merasakan sama
sekali makna hidup, persis seperti hewan.
Selain pusat perasaan, “Amygdala” juga merupakan tempat semua
nafsu dibangkitkan. Pada sebuah
percobaan, binatang-binatang yang telah dibuang atau dipotong “Amygdala”-nya maka tidak mempunyai
rasa takut atau marah. Artinya,
manusiapun yang telah dibuang “Amygdala”-nya, maka mereka
akan kehilangan dorongan untuk bersaing atau bekerja sama, dan tidak
lagi mempunyai kepekaan tentang kedudukan mereka dalam jenjang sosial dalam
kehidupannya. Intinya, emosi mereka
telah lenyap.
Air mata dan tanda kesedihan
dirangsang oleh “Amygdala” dan struktur di dekatnya yaitu “Gyrus
Singulata”. Seorang bayi merasa di
gendong, dimengerti, dibelai, atau dihibur akan merangsang wilayah-wilayah bagian otak yang ini dan
kemudian menghentikan isak tangis.
Kemudian marilah kita memahami bagaimana “Amygdala” bekerja dan
menguasai kehidupan mental seseorang pada momen-momen penuh nafsu dan tidak
rasional. Umpamanya ketika seseorang mengalami kekecewaan karena tidak dipenuhi
keinginannya atau ketika dorongan perasaannya berhasil mengalahkan logikanya. Proses ini terjadi ketika sinyal datang dari indra-indra, hal
ini memungkinkan “Amygdala” untuk menarik setiap pengalaman masa lalu
yang dapat mengisyaratkan tanda-tanda terjadinya kesulitan. Ini membuat “Amygdala” menempati pos
strategis dalam kehidupan mental,
semacam penjaga psikhologis,
menantang setiap situasi dan setiap persepsi dengan satu per-nyataan di
dalam otak, yang paling primitif : “Apakah
ini sesuatu yang aku benci ? Yang
menyakitkan ? atau Yang Menakutkan ?” Dan, jika momen yang dihadapi entah bagaimana
memberi jawaban “Ya”, maka “Amygdala” segera bereaksi, mirip kabel
pemicu, dengan memberi pesan darurat secara telegrafis ke seluruh bagian otak.
Apabila, “Amygdala” memberi isyarat tanda bahaya misalnya rasa
takut, organ tersebut akan mengirim pesan-pesan mendesak ke setiap bagian organ
yang penting ; kemudian organ tersebut
akan merangsang diproduksinya hormon kewaspadaan dalam tubuh untuk melawan atau mengelak atau menghindar alias melarikan
diri, memobilisasi pusat-pusat gerak, dan mengaktifkan sistem pembuluh darah
dan jantung, otot, serta lambung. Sirkuit-sirkuit
lain “Amygdala” memberi isyarat dikeluarkannya sejumlah hormon “Norepinefrin”
untuk mempertinggi reaktivitas wilayah-wilayah otak penting yang terkait, termasuk
wilayah-wilayah yang membuat indra lebih waspada.
Pada intinya, hal ini membuat otak siap siaga. Tambahan sinyal dari “Amygdala”
memerintahkan batang otak untuk menampilkan eksperesi wajah ketakutan atau
wajah beringasan yang membuat kaku gerakan otot-otot yang tidak terkait, lalu mempercepat detak jantung
dan meningkatkan tekanan darah, serta memperlambat gerakan pernafasan. Yang lainnya memusatkan perhatian ke arah
sumber rasa takut itu dan mempersiapkan otot-otot untuk bereaksi sebagai mana
layaknya. Secara serentak, sistem
ingatan korteks dilacak untuk
mendapatkan berkas pengalaman di masa lampau yang cocok dengan keadaan darurat
yang sedang dihadapi, sambil menyingkirkan jalur-jalur pemikiran lain yang
tidak rilevan.
Jadi, jalurnya adalah pertama-tama sinyal visual dikirim dari rentina
mata ke “Thalamus” yang bertugas
menterjemah sinyal yang datang kedalam bahasa saraf otak. Sebagian besar pesan tersebut dikirim ke “cortex
visual” yang akan menganalisis dan menentukan makna dan respons yang
cocok. Apabila respons itu bersifat “Emosional”, suatu sinyal dikirim ke “Amygdala” untuk mengaktifkan pusat emosi, tetapi sebagian kecil sinyal dikirim juga
langsung menunuju “Amygdala” yang berasal dari “Thalamus” dengan
transmisi yang lebih cepat, sehingga
memungkinkan adanya respons yang lebih cepat (meskipun terkadang kurang
akurat). Jadi, “Amygdala” dapat
memicu suatu respons emosional sebelum pusat-pusat korteks yang berfikir
memahami betul apa yang sedang terjadi.
Sistem “saraf otonom atau vegetatif” terutama berfungsi untuk
melayani pengaturan fungsi organ dalam, mengadaptasi organ-organ itu pada
kebutuhan suatu saat dan oleh karena itu mengatur lingkungan dalam tubuh.
Aktivitas seperti itu sebagian besar tidak berada di bawah pengendalian
sadar. Sistem “Saraf Otonom (tidak sadar) dan sitem
Saraf Somatis (sadar)” pada sitem saraf pusat terjalin hubungan yang sangat
erat.
izin share
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusTRIMS, KAMI MOHON SARAN DAN KOMENNYA .. LANJUT
Hapus