SEBUAH DIALOGIS
TENTANG
KECERDASAN INTELEKTUAL
(INTELLEGENCE QUOTIENT)
KECERDASAN
EMOSIONAL (EMOSIONAL QUOTIENT)
KECERDASAN SPIRITUAL
(SPIRITUAL QUOTIENT)
KECERDASAN QUR’ANI
(QUR’ANIC QUOTIENT)
MENGGALI DAN MELENJITKAN POTENSI DIRI MELALUI AL-QUR’AN.
Saat ini ramai orang–orang membicarakan tentang
kecerdasan intelligensia atau
intellegence quotient yang kebanyakan tendensinya mengarah kepada pendapat para
Ilmuwan Dunia Barat. Lalu, gimana sikap kita ?
Apakah harus menolak mentah-mentah atau ditelan saja penemuan dan pendapat mereka
? Ahh !
nggak juga ngkali ! Segala
sesuatu itu tentu ada sisi positifnya dan ada juga sisi negatifnya atau paling
tidak pending dululah kalau ragu, karena masih
perlu dikaji lebih lanjut, bila kita masih bingung.
Yaa ... yang
perlu diingat, jangan terlalu terpukau, wuah .... gitu lho. Tidaklah terlalu kagum atau terpesona dengan
buah karya mereka, kita harus
pilah-pilah, dikritisi dan dikoreksi secara cerdas gitu lho ! contohnya konsep “Multiple Intellegence (kecerdasan majemuk) ala Howard Gardner ; Thomas Amrstrong, Ph.D.—penulis “Seven Kind of Smart : Identifying
Developing Your Multiple Intellegence dan Their Own Way: Discovering and
Encourraging Your’s Child’s Multiple
Intellegence ; Laurel Schmidt—penulis
buku : Seven Time Smart ; Marian
Endelmen Borden—penulis buku : Smart
Star : The Parents’ Complete Guide to
Presschool Education—dan penulis lainnya.
Namun, ada yang lebih perlu kita kagumi, kita semestinya terpukau dan kita harus tertarik dengan
penjelasan tentang kecerdasan yang dikemukan Al-Qur’an, yang kemudian dikaji lebih lanjut oleh
cendikiawan Muslim yang handal dalam bidangnya. Karena
secara prinsip penjelasan
dari Al-Qur’an lebih “menyeluruh (syamil; holistic); sempurna
(kamil; Exelent) ; dan integral
(metakamil ; integralistic)”, berbicara tentang semua tingkat
kecerdasan. Otomatis. Sebab Al-Qur’an
adalah firman Allah, Sang penciptanya
otak dan pemberi ilmu pengetahuan kepada para ilmuwan tersebut. Sedangkan buah karya sang ilmuawan dari
manapun dia, bangs apaun dia, sepintar apa pun dia; itu hanyalah sebatas kreasi dan kreativitas akal
mereka saja, yaaa... bisa juga salah toh
! namanya saja manusia, bukan Tuhan.
Di dalam
Al-Qur’an; membicarakan tentang
kecerdasan, Allah menggunakan
istilah “Ulil Albab”. Apa itu “Ulil
Albab” ? Secara encyclopedia bahasa Ulil Albab terdiri
dari dua kata, yaitu “Ulu”
jamak dari kata ala dan
al-albab jamak dari kata al-lubb. Kata ala, bila ila bermakna
intaha (mencapai), washala (berakhir pada), shara (menjadi, atau intiqal (berpindah), bisa juga
berarti ahlu (keluarga, sanak, kaum
kerabat). Sedangkan al-lubb berarti al-‘aqlu (akal), al-qalbu (hati), lubab (bagian terpenting), atau jawhar (inti). Dan “dewan penerjemah Al-Qur’an” ke dalam
bahasa Indonesia, ketika menggunakan kata “Ulil
Albab” memakai kata “ahlu”
dan “al-‘aqlu”, sehingga
dalam Al-Qur’an dan terjemahnya, Ulil Albab diartikan : orang-orang yang
berakal.
Satu hal
yang menarik, dan kira-kira apa
hikmahnya Allah menggunakan kata Ulil
Albab dengan bentuk jamak’ (jamak),
tidak berbentuk mufrad (tunggal).
Ternyata para ahli tafsir mengatakan
bahwa setiap bentuk huruf dalam Al-Qur’an memiliki makna. Barangkali ini adalah sebuah isyarat tentang
adanya “kecerdasan ganda (multiple
Intellegence)” seperti ungkapan Howard Gardner. Kalau demikian berapa jumlah kecerdasan
itu, apa terbatas atau malah tidak
terhitung ?
Mari kita
coba ikuti penjelasan berikut hal-hal
yang berkaitan dengan istilah Ulil Albab dalam, Al-Qur’an:
Pertama: Al-Ustadz Manna’
Khalil al-Qathan dalam Kitab Mabahits fi ‘Ulumi Al-Qur’an (Maktabah Wabah, 2000) :
Sebahagian lafadz (kata) dalam Al-Qur’an di-mufrad-kan untuk sesuatu
makna tertentu dan dijamakkan untuk sesuatu isyarat khusus, lebih diutamakan “jamak dari mufrad” atau sebaliknya. Oleh karena
itu di dalam Al-Qur’an sering dijumpai sebagian lafadz yang hanya jamak
dan ketika diperlukan bentuk mufradnya,
maka yang digunakan adalah kata sinonim (muradif)-nya. Misalnya kata “al-lubb” yang selalu
disebutkan dalam berntuk jamaknya yakni “al-albab” seperti dalam Qs. Az-Zummar (39) ayat 21.
Kata ini tidak digunakan dalam bentuk mufrad-nya, namun dalam bentuk muradif (sinonim)-nya, yaitu lafadz “al-qalbu”
(hati), seperti dalam Qs. Qaf
(50) ayat 37.
Kedua : Al-Ustadz Muhyidin Ad-Darwisy dalam kitabnya : “I’rabu Al-Qur’an Al-Karim wa Bayanuhu” (Dar al-Yamamah,
1999), mengatakan: “Al-Qur’an
menggunakan kata al-albab
dalam bentuk jamak, tidak pernah dengan mufrad (bentuk tunggal),
karena ia termasuk kata yang tidak bagus jika menggunakan mufrad. Ia memang tepat dalam bentuk jamak, inilah ke-khususan dalam bahasa Arab.
Harapan saya,
anda juga mencari terus makna khusus di balik jamak kata Ulil Albab, tidak hanya itu, juga kata-kata yang lain, jika nanti anda
menemukannya, bagi-bagi informasi dengan
saya ya, jangan lupa yaa. Terima
kasih.
Kalau kita hitung, kata “Ulil Albab” berulang disebutkan sebanyak 16 kali di dalam
Al-Qur’an. Empat kali didahului oleh “kata panggilan; seruan
(harfu an-nida’)”, yaitu hurup “Ya”, artinya “wahai”. Kata ini
berhubungan dengan hukum atau hukuman,
seperti haji, qishash, dan azab Allah.
Dalam gaya bahasa ini, Allah selalu mengaitkan dengan suatu perintah
bertaqwa. Lima kali diawali dengan “kata depan (harfu al-jarri)”, Yaitu
huruf “lam” artinya bagi; untuk; hal ini lebih banyak tertuju kepada fenomena
alam dan kejadian pada masa lampau, misalnya memperhatikan penciptaan langit,
bumi dan air hujan, kisah para Nabi dan Rasul;
misalnya Nabi Ayyub a.s dan Nabi
Musa a.s. Dan sisanya tujuh kali
didepannnya ada “kata pengecualian (harfu
istitsna’)”, yaitu huruf “Illa” dan “Innama”, artinya kecuali; hanya;
khusus. Ini semuanya berhubungan dengan
Al-Qur’an, kecuali satu ayat yang berkaitan tentang perbedaan antara “orang yang tahu dengan yang tidak tahu”.
Dari kajian
terhadap 16 ayat yang membicarakan tentang “Ulil
Albab” tersebut, yang dapat dipahami maknanya bukan hanya “orang-orang yang berfikir”, akan tetapi
juga “orang yang merasa dan memiliki
makna”, dengan kata lain “Orang-orang
yang Cerdas, ini lah yang dikatakan dengan “Ulil Albab”.
Terdapat tiga
ayat yang langsung didifinisikan bahwa “Ulil Albab” adalah :
(1). Orang beriman
dalam QS. Ath-Thalaq (65) ayat 10;
(2). Orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi serta banyak berdo’a
dalam QS. Ali Imran (3) ayat 191-195; dan
(3). Orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak
merusak perjanjian. Dan orang-orang yang
menghubungkan apa-apa yang Allah
perintahkan supaya dihubungkan, dan
mereka takut kepada Tuhannya dan
takut kepada hisab yang buruk.
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkan
sebagian rezeki yang
Allah berikan kepada
mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menggantikan kejehatan dengan kebaikan seperti dalam QS.
Ar-Ra’d (13) ayat 21.
Coba kita
simak kembali terhadap tiga hal tersebut diatas, pertama
objeknya menyangkut masalah “Ketuhanan
(al-uluhiyah)”, inilah yang kita kenal dengan “Spiritual Quotient (SQ)”.
Bagian kedua, objeknya
berkaitan dengan masalah “alam semesta (al-kauniyah)” seperti
penciptaan langit dan bumi, air hujan, serta sejenisnya dan ini kita kenal
dengan istilah “Intellegence Quotient
(IQ)”. Bagian ke tiga , membicarakan
tentang objek “manusia
(al-insaniyah)” itu sendiri dan hal
ini kita kenal dengan istilah “Emosional
Quotient (EQ)”.
Inspirator :
Nazamuddin (Senior Satya Buana Bengkulu).
Bengkulu : 29 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar