Jumat, 29 Juni 2012

ORANG-ORANG CERDAS ITU DISEBUT ULIL ALBAB

SEBUAH DIALOGIS 

TENTANG




KECERDASAN INTELEKTUAL  (INTELLEGENCE QUOTIENT)
KECERDASAN   EMOSIONAL  (EMOSIONAL QUOTIENT)
KECERDASAN SPIRITUAL  (SPIRITUAL  QUOTIENT)
 KECERDASAN  QUR’ANI  (QUR’ANIC  QUOTIENT)


MENGGALI DAN MELENJITKAN  POTENSI DIRI MELALUI AL-QUR’AN.

         Saat ini ramai orang–orang membicarakan tentang kecerdasan intelligensia  atau intellegence quotient yang kebanyakan tendensinya mengarah kepada pendapat para Ilmuwan Dunia Barat.   Lalu,  gimana  sikap kita ?  Apakah harus menolak mentah-mentah atau  ditelan saja penemuan dan pendapat mereka ?  Ahh !  nggak juga ngkali !  Segala sesuatu itu tentu ada sisi positifnya dan ada juga sisi negatifnya atau paling tidak pending dululah kalau ragu, karena masih  perlu dikaji lebih lanjut, bila kita masih bingung.

       Yaa ... yang perlu diingat,  jangan terlalu terpukau,  wuah .... gitu lho.  Tidaklah terlalu kagum atau terpesona dengan buah karya mereka,  kita harus pilah-pilah, dikritisi dan dikoreksi secara cerdas gitu lho !  contohnya konsep “Multiple Intellegence (kecerdasan majemuk) ala Howard Gardner ;  Thomas Amrstrong,  Ph.D.—penulis “Seven Kind of Smart :  Identifying Developing Your Multiple Intellegence dan Their Own Way: Discovering and Encourraging Your’s  Child’s Multiple Intellegence ;  Laurel Schmidt—penulis buku : Seven Time Smart ;  Marian Endelmen Borden—penulis  buku : Smart Star :  The Parents’ Complete Guide to Presschool Education—dan penulis lainnya. 

        Namun,  ada yang lebih perlu kita kagumi,  kita semestinya  terpukau dan kita harus tertarik dengan penjelasan tentang kecerdasan yang dikemukan Al-Qur’an,  yang kemudian dikaji lebih lanjut oleh cendikiawan Muslim yang handal dalam bidangnya.   Karena  secara prinsip penjelasan  dari  Al-Qur’an lebih “menyeluruh (syamil; holistic); sempurna (kamil;  Exelent) ; dan  integral    (metakamil ; integralistic)”,  berbicara tentang semua tingkat kecerdasan.  Otomatis.  Sebab Al-Qur’an adalah firman Allah, Sang penciptanya  otak dan pemberi ilmu pengetahuan kepada para ilmuwan tersebut.  Sedangkan buah karya sang ilmuawan dari manapun dia, bangs apaun  dia,  sepintar apa pun dia;  itu  hanyalah sebatas kreasi dan kreativitas akal mereka saja, yaaa... bisa juga salah  toh !  namanya saja manusia, bukan Tuhan.

         Di dalam  Al-Qur’an;  membicarakan tentang kecerdasan,  Allah menggunakan istilah   “Ulil Albab”.   Apa itu “Ulil Albab” ?   Secara encyclopedia bahasa Ulil Albab terdiri dari dua kata,  yaitu  “Ulu” jamak dari kata ala  dan  al-albab  jamak dari  kata  al-lubb.         Kata ala, bila ila  bermakna intaha (mencapai), washala  (berakhir pada),  shara (menjadi,  atau intiqal (berpindah), bisa juga berarti ahlu (keluarga, sanak, kaum kerabat).  Sedangkan al-lubb berarti al-‘aqlu (akal), al-qalbu (hati), lubab (bagian  terpenting), atau jawhar (inti).  Dan  “dewan penerjemah Al-Qur’an” ke dalam bahasa Indonesia, ketika menggunakan kata “Ulil Albab”  memakai kata “ahlu”  dan “al-‘aqlu”, sehingga dalam Al-Qur’an dan terjemahnya,  Ulil Albab diartikan : orang-orang yang berakal.

        Satu hal yang menarik,  dan kira-kira apa hikmahnya Allah menggunakan kata Ulil Albab dengan bentuk jamak’ (jamak), tidak berbentuk mufrad (tunggal).  Ternyata para ahli tafsir mengatakan  bahwa setiap bentuk huruf dalam Al-Qur’an memiliki makna.  Barangkali ini adalah sebuah isyarat tentang adanya “kecerdasan ganda (multiple Intellegence)”  seperti ungkapan Howard Gardner.  Kalau demikian berapa jumlah kecerdasan itu,  apa terbatas atau malah tidak terhitung ?

        Mari kita coba ikuti penjelasan  berikut hal-hal yang berkaitan dengan istilah Ulil Albab dalam, Al-Qur’an:

Pertama: Al-Ustadz Manna’ Khalil al-Qathan dalam Kitab Mabahits fi ‘Ulumi Al-Qur’an (Maktabah Wabah,  2000) :  Sebahagian  lafadz (kata)  dalam Al-Qur’an di-mufrad-kan untuk sesuatu makna tertentu dan dijamakkan untuk sesuatu isyarat khusus, lebih diutamakan “jamak dari mufrad”  atau sebaliknya.  Oleh karena  itu di dalam Al-Qur’an sering dijumpai sebagian lafadz yang hanya jamak dan ketika diperlukan bentuk mufradnya,  maka yang digunakan adalah kata sinonim  (muradif)-nya.  Misalnya kata “al-lubb”  yang selalu disebutkan dalam berntuk jamaknya yakni  “al-albab” seperti dalam Qs. Az-Zummar (39)  ayat 21.  Kata ini tidak digunakan dalam bentuk mufrad-nya, namun dalam bentuk muradif  (sinonim)-nya, yaitu lafadz “al-qalbu”  (hati),  seperti dalam Qs. Qaf  (50)   ayat  37.

Kedua   :   Al-Ustadz Muhyidin Ad-Darwisy  dalam kitabnya : “I’rabu Al-Qur’an  Al-Karim wa Bayanuhu” (Dar al-Yamamah, 1999),  mengatakan: “Al-Qur’an  menggunakan kata  al-albab  dalam bentuk jamak, tidak pernah dengan mufrad (bentuk tunggal),  karena ia termasuk kata yang tidak bagus jika menggunakan mufrad.  Ia memang tepat dalam bentuk jamak,  inilah ke-khususan dalam bahasa Arab.

      Harapan saya, anda juga mencari terus makna khusus di balik jamak kata Ulil Albab, tidak hanya itu,  juga kata-kata yang lain, jika nanti anda menemukannya,  bagi-bagi informasi dengan saya ya,    jangan lupa yaa. Terima kasih.

       Kalau kita hitung, kata “Ulil Albab”  berulang disebutkan sebanyak 16 kali di dalam Al-Qur’an.  Empat kali didahului oleh “kata panggilan;  seruan (harfu an-nida’)”, yaitu hurup  “Ya”, artinya “wahai”.  Kata ini berhubungan dengan hukum atau  hukuman, seperti haji, qishash, dan azab Allah.  Dalam gaya bahasa ini, Allah selalu mengaitkan dengan suatu perintah bertaqwa.   Lima kali diawali dengan “kata depan (harfu al-jarri)”, Yaitu huruf “lam” artinya bagi; untuk;  hal ini lebih banyak tertuju kepada fenomena alam dan kejadian pada masa lampau, misalnya memperhatikan penciptaan langit, bumi dan air hujan, kisah para Nabi dan Rasul;  misalnya Nabi Ayyub a.s dan Nabi Musa a.s.  Dan sisanya tujuh kali didepannnya ada “kata pengecualian (harfu istitsna’)”, yaitu huruf “Illa”  dan “Innama”, artinya kecuali; hanya; khusus.  Ini semuanya berhubungan dengan Al-Qur’an, kecuali satu ayat yang berkaitan tentang perbedaan antara “orang yang tahu dengan yang tidak tahu”. 

      Dari kajian terhadap 16 ayat yang membicarakan tentang “Ulil Albab” tersebut, yang dapat dipahami maknanya bukan hanya “orang-orang yang berfikir”, akan tetapi juga “orang yang merasa  dan memiliki  makna”, dengan kata lain “Orang-orang yang Cerdas, ini lah yang dikatakan dengan “Ulil Albab”.

     Terdapat tiga ayat yang langsung  didifinisikan bahwa “Ulil Albab”  adalah :

(1).  Orang beriman dalam QS. Ath-Thalaq (65) ayat 10; 

(2).  Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi serta banyak berdo’a dalam  QS.  Ali Imran (3) ayat 191-195;  dan

(3). Orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian.  Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang  Allah perintahkan  supaya dihubungkan, dan mereka takut  kepada Tuhannya  dan  takut  kepada hisab  yang buruk.  Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan   Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkan sebagian  rezeki  yang  Allah  berikan  kepada  mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menggantikan  kejehatan dengan kebaikan seperti  dalam QS.  Ar-Ra’d (13) ayat 21.  

        Coba kita simak kembali terhadap tiga hal tersebut diatas,  pertama objeknya menyangkut masalah “Ketuhanan (al-uluhiyah)”, inilah yang kita kenal dengan “Spiritual Quotient (SQ)”.  Bagian kedua, objeknya berkaitan  dengan masalah “alam semesta (al-kauniyah)” seperti penciptaan langit dan bumi, air hujan, serta sejenisnya dan ini kita kenal dengan istilah “Intellegence Quotient (IQ)”.   Bagian ke tiga , membicarakan  tentang objek “manusia (al-insaniyah)” itu sendiri dan  hal ini kita kenal dengan istilah “Emosional Quotient (EQ)”.

Inspirator :  Nazamuddin (Senior Satya Buana Bengkulu).
Bengkulu   :   29 Juni 2012








Tidak ada komentar:

Posting Komentar