SINYAL SARAF DAN GUDANG INGATAN
SEBUAH DIALOGIS
MENGGALI DAN MELENJITKAN POTENSI
DIRI
Bengkulu : Juni 2012.
Inspirator
: Nazamuddin (Anggota Senior
Satya Buana)
Satu kekurangan “alarm saraf otak” adalah bahwa pesan mendesak
yang ditanggapi “Amygdala” kadang-kadang keliru, terutama dalam kehidupan sosial manusia yang
selalu berubah, tidak serupa dengan pengalaman masa lampau. Sebagai gudang ingatan emosional, “Amygdala”
menarik pengalaman, lalu membandingkan antara apa yang sedang terjadi sekarang
ini dengan yang terjadi pada masa yang
lalu. Nah, cara membandingkannya inilah
yang bersifat “asosiatif”, yaitu hanya mencocokkan. Bila salah satu unsur kunci situasi mirip
dengan masa lalu, ‘amygdala’ akan menyebutkannya “cocok”. Itulah sebabnya sirkuit ini bersifat
semborono : tidak terlampau cepat mengambil sebuah kesimpulan, sebelum ada konfirmasi yang jelas. Secara gegabah sirkuit ini memerintahkan kita
bereaksi atas keadaan sekarang dengan cara–cara yang telah dipakai pada masa
lalu, dengan pola pikir, emosi, reaksi yang dipelajari sebagai respons terhadap
peristiwa-peristiwa yang barangkali hanya samar-samar kemiripannnya, tetapi
cukup serupa untuk mengingatkan “Amygdala’’ atas hal tersebut dan
dianggap cocok.
Ketidaktelitian “otak emosional” dalam menanggapi momen-momen
semacam itu semakin ditambah oleh kenyataan bahwa banyak ingatan emosi yang
kuat berasal dari tahun-tahun pertama kehidupan kita, dengan pola hubungan
antar bayi dan orang yang mengasuhnya.
Hal ini terutama berlaku bagi peristiwa-peristiwa “traumatis khusus”,
seperti kekerasan, tekanan, ancaman-ancaman, perhatian berlebihan (pemanjaan),
pemukulan, penganiayaan, pelecehan atau penyia-nyiaan, terutama selama periode
awal kehidupan, dimana struktur–struktur otak lainnya terutama “hyppocampus---yang
sangat penting bagi ingatan “naratif”---dan “neokorteks”---tepat
kedudukan pemikiran rasional---belum berkembang sempurna. Dalam ingatan, “amygdala” dan “hyppocampus” bekerja bersama-sama ; masing-masing menyimpan dan memunculkan
kembali informasi khusus miliknya sendiri-sendiri.
Bila “Hyppocampus’’
memunculkan kembali informasi, “Amygdala” menentukan apakah informasi
itu mempunyai nilai emosi tertentu. “Amygdala”
berkembang sangat cepat dalam otak bayi ;
hampir-hampir sepenuhnya telah terbentuk pada saat kelahiran. Berbagai
intraksi pada tahun-tahun pertama awal kehidupan manusia, menjadi dasar
serangkaian pembelajaran emosi berdasarkan pada kebiasaan dan gangguan yang ada
dalam hubungan antara bayi dan pengasuhnya.
Pembelajaran emosi ini demikian kuat pengaruhnya, namun begitu sulit
dipahami dari sudut pandang kehidupan orang dewasa, karena menurut LeDoux, pembelajaran tersebut disimpan
dalam “Amygdala” sebagai “cetak biru” (blue print) yang mentah dan tanpa keterangan apapun dalam kehidupan emosi. Karena ingatan emosi ini paling awal
terbentuk, sedangkan bayi belum
mempunyai perbendaharaan kata dalam kehidupannya, maka tidak ada rangkaian
pikiran “terartikulasi” yang cocok dengan respons yang menguasai
kita. Dengan demikian, salah satu
alasan mengapa kita dapat begitu
dibingungkan oleh ledakan emosi tersebut seringkali berasal dari masa-masa
lalu, di awal kehidupan kita, ketika segala sesuatunya begitu membingungkan
dan kita belum mempunyai pembendaharaan
kata untuk memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi. Barangkali kita mempunyai perasaan kacau
balau tersebut, tetapi tidak memiliki
kata-kata bagi ingatan yang membentuknya.
Oleh sebab itu, dalam membesarkan dan mendidik bayi yang berusia kurang
dari 3 tahun, kita harus berhati-hati dan berusaha mengisi “Amygdala”
bayi dengan pengalaman ingatan yang positif, dengan nilai-nilai hidup yang
mulia, seperti bertanggung jawab, penguasaan diri , tidak egois, dapat
dipercaya, dapat diandalkan, jujur,
pengasih, penyayang dan lain sebagainya.
Nah, jika tugas mendidik atau membesarkan bayi diserahkan kepada orang
lain yang tidak berkulitas atau tidak terdidik,
pembantu misalnya ; maka dapat
kita bayangkan produk prilaku diri macam apa yang terbentuk atau dihasilkan
oleh anak-anak kita. Jadi, berhati-hatilah dan ingatlah akan masa
depan anak-anak kita. Jangan sampai
pertumbuhannya rusak hanya karena kekurangtelitian kita dengan menyerahkan anak-anak
kita untuk diasuh dan di didik oleh
orang-orang yang tidak sepatasnya atau tidak memahami tentang cara mendidik anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar